Gudeg Bu Slamet, Warung Gudeg Pertama di Wijilan Yogya yang Kini Coba Bertahan di Tengah Pandemi
Hari-hari ini, pendapatan dari penjualan Gudeg diakuinya tidak seberapa, sehingga tidak bisa diandalkan untuk berbelanja keperluan dapur.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Muhammad Fatoni
"Dulu (awal-awal pandemi), tidak ada yang berani makan di tempat. Semua dibungkus. Tapi sekarang, sudah mulai ada wisatawan yang datang beli gudeg di sini, dari Surabaya," urainya.
Sejak Tahun 1964
Subariyah pun membagi kisah Gudeg Bu Slamet pertama kali berjualan di Jalan Wijilan pada tahun 1964.
Saat itu, mereka masih berjualan di emperan.
Belanda masih sering kali datang meski Indonesia telah merdeka.
Saat berjualan, sang ibu mendengar banyak sekali suara tembakan dan banyak mayat yang bergeletakan di sepanjang Jalan Widjilan.
Sang ibu pun lari tunggang-langgang meninggalkan dagangannya dan menyelamatkan diri ke Bantul.
Seusai situasi kembali kondusif, Bu Slamet kembali berjualan di Wijilan.
Meski tanpa suara tembakan dan mayat, tetap ada perasaan was-was di dalam dirinya.
Pasalnya sang suami Sumowoharjo merupakan seorang veteran yang menjadi salah satu orang paling dicari Belanda.
"Almarhum bapak selain veteran juga abdi dalem Keraton," ungkapnya.
Lalu pada sekira tahun 1970, keluarganya membeli bangunan yang kini digunakan untuk berjualan Gudeg Bu Slamet.
Subariyah mengklaim bahwa keluarganya menjadi penjual gudeg pertama di Jalan Wijilan lantas disusul dengan gudeg lain seperti Gudeg Yu Djum.
Meski kini sudah terdapat banyak usaha gudeg sepanjang Jalan Wijilan, namun Subariyah maupun sang ibu tidak pernah khawatir dengan persaingan bisnis yang akan membuat dagangannya sepi.
Hal ini lantaran Gudeg Bu Slamet terus mempertahankan resep asli dan memiliki ciri khas yang berbeda dengan gudeg lain.
Salah satunya dipengaruhi dengan teknik masak yang tidak dicontoh oleh pemilik usaha lain.
"Banyak pelanggan yang dulunya makan di sini pas kuliah, kembali lagi bawa anak cucunya. Mereka bilang rasanya nggak berubah," bebernya.
( Tribun Jogja/ Kurniatul Hidayah )