Peneliti Virus FKKMK UGM Berikan Penjelasan Seputar Herd Immunity, Faktor Risiko hingga Bahayanya

dr Mohamad Saifudin Hakim, memberikan penjelasan seputar herd immunity atau yang dikenal sebagai kekebalan kelompok.

Editor: Muhammad Fatoni
dok.istimewa/humas UGM
Dosen sekaligus peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr Mohamad Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D 

Pengalaman dunia dengan wabah SARS-CoV sebelumnya pada tahun 2002-2003 juga menunjukkan bahwa wabah bisa ditekan dengan isolasi, karantina, lockdown, identifikasi hewan pembawa, tanpa harus menunggu herd immunity terbentuk.

Oleh karena itu, Hakim menekankan bahwa konsep herd immunity tidak boleh diterapkan atau menjadi tujuan dalam menanggulangi wabah COVID-19, yang infeksinya masih menyebar dengan liar.

Masyarakat tidak boleh dibiarkan bebas begitu saja seperti kondisi sebelum ada wabah.

"Pemerintah harus tetap menerapkan aturan secara ketat seperti menganjurkan tetap memakai masker saat berkegiatan di luar rumah, jaga jarak, menjaga kebersihan dengan mencuci tangan, menghindari kerumuman massa, membatasi aktivitas sosial, melakukan isolasi dan karantina bagi yang terpapar virus dan lainnya," terang Hakim yang saat ini tengah melakukan persiapan dengan tim peneliti Pusat Kajian Kesehatan Anak untuk melakukan Uji Klinis Vaksin Rotavirus Fase III.

New Normal Bukan Herd Immunity

Sementara itu, adanya wacana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan new normal di Indonesia, masih dipahami sebagian masyarakat sebagai strategi herd immunity secara bebas dan tidak terkontrol.

Dia menjelaskan bahwa hal tersebut salah kaprah.

New normal yang dimaksudkan bukan berarti pemerintah membiarkan masyarakat beraktivitas layaknya tidak ada wabah.

Konsep new normal yang dibentuk pemerintah adalah masyarakat mulai kembali menjalankan aktivitas secara biasa, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan usaha tetap mengendalikan penyebaran infeksi.

"Di era new normal, pemerintah memang tidak menerapkan herd immunity tanpa kontrol, tetapi dengan pembatasan sosial yang sedikit dibuka disertai dengan kampanye perubahan perilaku. Kendati begitu, langkah ini tetap berimplikasi pada terbentuknya herd immunity, meskipun dalam jangka yang panjang," paparnya.

New Normal di Pasar Yogyakarta, Ada Pembatasan Pengunjung yang Masuk

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Persilakan Daerah Zona Kuning Memulai Fase New Normal

Namun, menurutnya langkah ini pun masih berisiko gagal.

Apakah herd immunity memang betul bisa tercapai atau tidak belum dapat dipastikan.

Pasalnya, hingga kini belum ada data dan bukti yang valid bagaimana kekebalan terhadap SARS-CoV-2 terbentuk setelah infeksi alami.

Beberapa studi melaporkan bahwa kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 hanya baru muncul pada 10% dari total seluruh individu yang terinfeksi.

Sehingga, seharusnya protokol yang lebih ditekankan oleh Pemerintah adalah langkah-langkah mencegah persebaran wabah.

Presiden Joko Widodo (tengah) menyapa warga saat meninjau proses distribusi sembako tahap ketiga bagi masyarakat kurang mampu dan terdampak COVID-19 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Dalam blusukan ini, Presiden Jokowi ingin mengecek langsung penyaluran sembako pada masyarakat setempat.
Presiden Joko Widodo (tengah) menyapa warga saat meninjau proses distribusi sembako tahap ketiga bagi masyarakat kurang mampu dan terdampak COVID-19 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Dalam blusukan ini, Presiden Jokowi ingin mengecek langsung penyaluran sembako pada masyarakat setempat. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN via kompas.com)
Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved