Manusia Mongoloid Lebih Tahan “Micin”? Pakar Ini Beberkan Jawabannya
Ras Mongoloid disebut yang paling tahan Monosodium Glutamate) atau vetsin atau umumnya disebut “micin”.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Gaya Lufityanti
“Manusia purba hidup liar di alam terbuka. Tantangannya jauh sangat berat. Mereka berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya alam, khususnya pangan spesies lain. Mereka juga berkompetisi dengan kelompok-kelompok lain karena kelompok ini berdasarkan jaringan nepotism,” papar pria asal Surabaya ini.
Berkompetisi menurut Rusyad adalam usaha menguasai dan menetapkan teritorial, melindungi kelompok dan menjaga pasangan dan anak-anaknya.
Hidup di alam bebas terbuka juga riskan keamanan, keselamatan dan kesehatannya.
• Rahasia Kenapa Suku Aborigin di Australia Masih Terbebas dari Serangan Virus Corona
“Beda dengan kita yang bisa tinggal dan ngumpet di rumah yg hangat. Lha mereka? Misalnya, bisa saja saat tertidur bareng, bisa diseruduk dan terinjak gerombolan Bubalus paleokarabau, Bibos paleosonadaicus, Stegodon trigonocephalus, Sus brachicnatus dan lain-lain,” katanya setengah bergurau.
Oleh karena itu, menurut Rusyad, manusia purba awal diduga masih suka hidup santai di pepohonan untuk berlindung demi keselamatannya.
Masa berikutnya, tentu api berperan juga ikut melindungi mereka dari tekanan lingkungan abiotis dan predator lain.
Bahkan makin mendapatkan kualitas hidup lebih baik saat genus Homo berikutnya telah hidup di gua-gua.
Trauma dan luka biasa terjadi dalam hidup di alam liar.
“Bagaimana dengan penyakit lain?” tanyanya retoris.
Tentu saja bejibun, paling tidak penyakit parasit sudah lumrah.
Ia mengingatkan pada zaman kakek nenek dan orang tua kita, saat itu betapa lumrahnya orang berkutu rambut, hidup dengan kutu busuk, dan beragam kutu lain.
Penyakit infeksius juga begitu lumrah, antara kudis, kurap, koreng dan seterusnya.
• Kisah Mengharukan di Tengah Covid-19, Irlandia Balas Kebaikan Suku Indian Amerika
“Apakah mereka juga bisa kurang gizi atau malnutrisi? Tentu saja, dan Anda sudah memberikan contohnya,” ujar Rusyad.
“Saat terjadi perubahan ekstrem, maka semua spesies berupaya untuk survive, salah satu untuk bisa survive adalah ketersediaan makanannya. Tentang kemungkinan serangga jadi makanan manusia purba dan kuno, Rusyad mengakui belum ada bukti paleoantropologisnya .
Menjawab pertanyaan Danny, peserta yang juga konsultan ekonomi dari Jawa Timur, tentang pola hidup manusia purba Rusyad menjelaskan, baru sejak 10.000 sebelum Masehi, manusia masa lampau mulai menetap dan mendomestikasi buruan menjadi ternakan.