Manusia Mongoloid Lebih Tahan “Micin”? Pakar Ini Beberkan Jawabannya
Ras Mongoloid disebut yang paling tahan Monosodium Glutamate) atau vetsin atau umumnya disebut “micin”.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Gaya Lufityanti
Selain Mongoloid, masih ada Kaukasioid, Negroid, Australomelanesoid dan Khoisanid.
Kaukasoid mendiami mulai dari India, Sri Lanka, Pakistan, Afganistan, Negara-negara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, Eropa dan Afrika Utara di belahan utara Gurun Sahara.
Negroid mendiami Afrika di selatan Gurun Sahara. Australomelanesoid mendiami Indonesia bagian timur, mulai dari Flores, pulau-pulau di NTT, Maluku dan Papua.
Juga semua penduduk bumiputera Aborigin, Maori, Kepulauan Mikronesia dan Pasifik.
Khoisanid mendiami Gurun Kalahari di Botswana.
Karakteristik fenotipus dan genetic itu tentu termasuk terkait penyakitnya.
Contoh lain penyakit yang karena genetic adalah kanker nasopharinx yang hanya diderita populasi Mongoloid.
“Populasi Kaukasoid, khususnya Eropa, mempunyai kerentanan terhadap rasa gurih dari MSG atau vitsin atau micin. Mereka tidak tahan terhadap menu-menu Asia Timur dan Asia Tenggara yang gurih-gurih itu,” jelas Rusyad.
“Mereka yang tidak tahan ini menderita gangguan sindroma resoran China, karena mereka akan merasa mual dan pusing sekejab setelah menyantap menu-menu kita yang kaya MSG,” lanjutnya.
“Jadi tak usah terlalu risau dengan kampanye pihak mereka (barat) yg memusuhi MSG. Tentu juga tak perlu heran raksasa produk MSG ada di Asia Timur dan Tenggara, misalnya Ajinomoto, Sasa, Miwon, Moto dan seterusnya,”kata dosen yang kerap disebut “ahli kubur” karena keilmuannya ini.
• Kepala Suku Amazon Meninggal Akibat Corona, Sempat Berpesan Pemakamannya Diiringi Tarian
Peserta lain, Timbul, warga Klaten, menanyakan, adakah perilaku manusia purba yang menyebabkan dia kurang nutrisi dan berdampak seperti ötzi mumi es si vegetarian.
“Bisa jadi demikian Mas Timbul,” jawab Rusyad pada diskusi virtual yang dimoderatori Asmarani Februandari, dosen Akparda Yogya dan pegiat Kelompok LIKE Indonesia.
Menurut Rusyad yang pernah jadi asisten Prof T Jacob, ahli antropologi ragawai UGM, manusia purba (Australopithecus sp., Homo habilis, Homo erectus, Homo naledi, Homo luzonensis, Homo florensiensis dst.) masih hidup di alam liar.
Mereka memang sebagai predator, namun juga bisa sebagai mangsa.
Semakin purba semakin mereka sangat tergantung secara langsung ke alam, semakin modern mereka makin meningkatkan strategi ekstrabiologisnya, berupa kebudayaan.