Yogyakarta
Sembako Cantelan Marak di Banyak Kampung, Bantuan dari Sayuran Hingga Selipan Uang
Banyak beredar di media sosial, foto maupun video yang menunjukkan warga kampung di DIY saling membantu lewat pengumpulan sembako gantung atau sembako
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Sukemi bercerita mulanya ia membuat paketan berisi beras, telur, dan minyak sebanyak sepuluh paket. Lima ditaruh saat pagi dan lima saat siang.
• UNISA Salurkan Bantuan Voucher Belanja Kebutuhan Sembako untuk Mahasiswa
“Hari pertama sudah ada yang nyumbang tempe. Kalau sekarang cantelan lebih bervariasi. Tergantung sumbangan warga sekitar,” tuturnya.
Dia menyebutkan, terkadang ada yang menyumbang kangkung, sawi, tahu, tetapi ada pula yang menyumbang uang untuk dibelanjakan.
Menurut Sukemi, banyak tetangganya yang terdampak secara ekonomi karena wabah Covid-19.
“Sebagian kena PHK dan kena dampak corona. Termasuk saya sendiri biasanya banyak pesanan kue dan snack. Ini sudah dua bulan off. Sejauh ini yang mengambil benar-benar yang membutuhkan, ada yang sudah lansia dan tidak punya penghasilan, ada anak yatim piatu, ada yang suaminya tidak bekerja sedang kebutuhan harus tetap terpenuhi,” jelas Sukemi.
Selama ini, lanjut Sukemi, para penerima bantuan merasa sangat terbantu. Mereka kebanyakan mengeluh karena tidak lagi punya penghasilan, padahal kebutuhan seperti makan dan membayar listrik tetap ada.
“Saya selalu posting di Whatsapp story. Jadi teman saya di luar dusun ikut menyumbang. Ada yang ngasih bahan ada pula yang ngasih uang buat dibelanjakan. Karena kebetulan rumah saya di ujung dusun atau perbatasan, jadi yang mengambil ada yang dari luar dusun,” urai Sukemi.
Melihat fenomena ini, pengamat sosial yang juga dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Hempri Suyatna mengungkapkan sembako cantelan merupakan wujud solidaritas masyarakat.
• Pertamina dan Hiswana Migas DPC Kedu Bagikan Paket Sembako ke UMKM Terdampak Covid-19
“Saya kira patut diapresiasi. Namun alangkah lebih baik jika dikelola dengan tata kelola yang lebih terlembagakan, seperti konsep lumbung pangan,” ujarnya.
Menurut Hempri, dengan tata kelola yang lebih baik harapannya program akan tertata baik dan dapat lebih tepat sasaran.
“Konsep-konsep lumbung pangan inilah yang saya kira perlu diinstitusionalisasi secara baik. Selain sebagai basis ketahanan pangan, juga basis pengembangan modal sosial dan solidaritas sosial di dusun atau kampung, saya kira penting mengembangkan konsep ini,” jelas Hempri.
Hempri menyebutkan, konsep lumbung pangan berperan sebagai strategi jaring pengaman sosial tradisional. “Sangat dibutuhkan di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19 ini kapan berakhir,” pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)