Update Corona di DI Yogyakarta
Pengamat Kebijakan Publik UGM Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan
Pengamat kebijakan publik UGM menilai kebijakan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan merupakan langkah yang tidak tepat saat pandemi Covid-19.
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Wahyudi menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo yang kembali menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan merupakan langkah yang tidak tepat sama sekali di tengah masa pandemi Covid-19.
"Saya kira momennya ini kurang tepat ya karena saat ini semua orang lagi sulit, tapi justru di sektor kesehatan malah dinaikkan," kata Wahyudi saat dihubungi wartawan pada Kamis (14/5/2020).
Keputusan Presiden menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Tentunya langkah ini mengundang polemik di masyarakat.
• Tanggapan MA Soal Keputusan Presiden Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan dan Alasan Pemerintah
Tidak sedikit masyarakat yang menolak bahkan tidak setuju dengan keputusan itu.
Kenaikan tarif iuran akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang.
Dimana, dalam Pasal 34 Perpres yang ditandatangani tersebut tertulis bahwa tarif BPJS Kesehatan 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 ke Rp 150.000 per bulan.
Iuran peserta kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp100.000 per bulan dan iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp42.000 per bulan.
Padahal, Oktober 2019 lalu pemerintah juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan.
Namun, MA membatalkan kenaikan tarif setelah mengabulkan judicial review Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).
• COVID-19 di Yogya : Jumlah yang Sembuh Nyaris 9 Kali Lipat Lebih Banyak dari yang Meninggal
Wahyudi menilai bahwa keputusan yang diambil oleh Jokowi itu merupakan keputusan yang sulit.
Terlebih beberapa bulan yang lalu, MA telah mengabulkan gugatan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Ini kan memang keputusan yang sulit tapi sekaligus juga kalau publik akan menilainya sebagai kebijakan yang sensitif karena ini kan di tengah pandemi, lagi prihatin, semua orang lagi kesulitan dana," imbuhnya.
Keluarnya kebijakan ini pun turut berpengaruh terhadap penilaian masyarakat terhadap bagaimana pemerintah mengatasi dan mengeluarkan kebijakan di tengah pandemi Covid-19.
Bisa jadi, kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun.