Jadah Tempe Mbah Carik, 'Burger Jawa' yang Jadi Identitas Kuliner Kaliurang Sleman

Puluhan tahun berlalu, kudapan yang dijuluki “Burger Jawa” ini tetap menjadi identitas kuliner Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

Dok.Istimewa
Jadah tempe Mbah Carik. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Bukan sekadar panganan pendamping teh hangat, Jadah Tempe Mbah Carik adalah warisan rasa yang lahir dari tangan seorang carik desa.

Puluhan tahun berlalu, kudapan yang dijuluki “Burger Jawa” ini tetap menjadi identitas kuliner Kaliurang.

Racikan ketan gurih dengan kelapa parut berpadu manis-gurihnya tempe bacem.

Perpaduan sederhana ini pertama kali dikenalkan oleh Ngadikem Sastrodinomo, seorang carik (juru tulis desa) yang membuka warung kecil di Telaga Putri, Kaliurang, pada 1950-an.

Inovasi Ngadikem segera menarik perhatian, tak hanya dari warga sekitar, tetapi juga dari utusan Keraton Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX bahkan menyarankan nama “Mbah Carik” agar warung ini mudah dikenal.

“Kalau dulu itu ada beberapa penjual jadah. Kebetulan dari keraton itu sering belinya di tempat si Mbah. Biar nggak keliru kalau utusan itu, makanya dari keraton dikasih nama Mbah Carik. Biar kalau nyari kan mudah, carilah jadah tempe yang namanya Mbah Carik,” kisah Beti, karyawan di warung tersebut.

Kini, perjalanan panjang itu mendapat pengakuan resmi.

Pada 26 Mei 2025, Jadah Tempe dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) DIY, bersama 31 karya budaya lain yang mencerminkan identitas dan nilai sosial masyarakat Yogyakarta.

Baca juga: Jadwal Pembukaan Pasar Kangen Jogja Kamis 18 September 2025

Cita rasa jadah tempe bertumpu pada bahan-bahan dasar: ketan, kelapa, garam, tempe, tahu, dan gembus. Namun, pemilihan bahan menjadi kunci utama.

“Ada ketan itu kadang macam-macam. Diperlakukan sama, tapi hasil jadah bisa beda. Ada yang empuk, ada yang kaku. Ada yang jadi agak kuning padahal dicuci bersih. Mungkin karena ketan impor, atau kadang lokal. Kalau di sini biasanya dua-duanya dipakai, kadang dicampur,” ujar Beti.

Untuk menjaga kualitas, pemasok tetap dipertahankan. 

“Tempe dan tahu itu punya pemasok sendiri. Udah punya langganan, jadi nggak cari-cari yang lain. Itu buat quality control juga,” tambahnya.

Pembuatan jadah memerlukan tahapan panjang yang dikerjakan dengan telaten.

“Setelah itu dicampur dengan garam aja, dikukus kurang lebih satu setengah jam, ya setelah itu baru ditumbuk,” jelas Beti mengenai proses pengolahan ketan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved