Panduan Lengkap Pemulasaran hingga Pemakaman Jenazah Covid-19 Berdasarkan Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pedoman dan panduan terkait pemulasaran dan pemakaman jenazah covid-19
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Pemulasaran hingga pemakaman jenazah pasien yang terpapara virus corona covid-19 masih beberapa kali menjadi perdebatan di tengah masyarakat.
Berdasarkan protokol kesehatan, jenazah pasien yang dinyatakan positif covid-19 memang harus dengan perlakuan khusus.
Mulai dari cara memandikan, mengkafani hingga memakamkan jenazah.
Prosesi pemakaman juga tidak bisa dilaksanakan seperti pada umumnya.
Pada pemakaman jenazah pasien covid-19, tidak dianjurkan untuk dihadiri banyak orang, serta jenazah pun harus dibungkus plastik yang kedap air.
Lantas bagaimana dengan pemulasaran jenazah muslim yang terpapar covid-19?
• Catatan DKI Jakarta: Kurang dari Sebulan, 283 Jenazah Dimakamkan dengan Protokol COVID-19
• UPDATE Virus Corona di Indonesia 1 April 2020 : 1.677 Positif, Angka Kesembuhan Terus Bertambah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan pedoman pengurusan jenazah (Tajhiz Al Jana'Iz) muslim yang menjadi pasien virus corona atau Covid-19.
Pedoman tersebut diumumkan melalui fatwa MUI terbaru bernomor 18 Tahun 2020, yang diterbitkan Jumat, 27 Maret 2020.
Sekretaris Umum Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam, menjelaskan ketentuan umum fatwa tersebut.
Pertama, petugas yang menangani adalah petugas muslim yang melaksanakan pengurusan jenazah.

Kedua Syahid Akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah [tha’un], tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazah-nya tetap wajib dipenuhi.
"Yang terakhir adalah APD (Alat Pelindung Diri) adalah alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas yang melaksanakan pengurusan jenazah," kata Asrorun dalam keteranganya.
Berikut pedoman memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 seperti disampaikan dalam fatwa MUI:
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
b. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian.
Jika tidak, maka ditayammumkan.
d. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
e. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah.
Yaitu, dengan cara:
1). Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.
2). Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
Selain itu, jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

Pedoman mengafani jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
• BREAKING NEWS : Kasus Positif Covid-19 Pertama di Klaten, Bupati Langsung Tetapkan Status KLB
• Kasus Positif Covid-19 di DIY Bertambah 4
Pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani;
b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19;
c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang.
Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).
d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19.

Fatwa MUI juga mengeluarkan, pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jenazah Covid-19 Boleh Dimakamkan dalam 1 Liang Lahat, Ini Panduan Lengkapnya dari MUI