Bantul
Tas Rajut dari Bantul Ini Diekspor Hingga Amerika dan Eropa
Kerajinan tangan rajut Kaaybags digagas oleh Anis Muayanti pada 2009. Kini, Kaaybags mampu memproduksi 25 ribu kerajinan rajut setiap bulan. Hasil kar
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Ada pula cerita sederhana namun cukup menyentuh.
Seorang nenek berusia di atas 60 tahun, mampu membelikan sepeda untuk cucunya setelah beberapa tahun menjadi pengrajin Kaaybags.
Ada lagi, kisah seorang ibu pengrajin yang mampu pergi umrah.
"Ada ibu-ibu, suaminya sudah nggak ada. Anaknya sudah bekerja semua. Ibu ini pekerja keras dan rajin menabung. Di tahun kelima bekerja, ia berhasil pergi umrah. Itu sudah ia niatkan sejak awal bekerja bersama kami," kata Anis dengan mata berbinar.
Menurut Anis, dalam sehari seorang pengrajin mampu mengerjakan dua rajutan tas.
Pendapatan yang diperoleh dari itu mencapai Rp50 ribu-Rp60 ribu.
Bahkan pendapatan seorang pengrajin dalam sehari bisa mencapai Rp90 ribu jika lebih bekerja keras.
Produk yang dihasilkan Kaaybags di antaranya tas, dompet, sepatu, sandal, sajadah, taplak, bros, dan gantungan kunci.
Untuk harga retail, dompet dibanderol Rp35 ribu-Rp145 ribu, sepatu Rp300 ribu-Rp395 ribu.
Sementara, produk tas dibagi tiga. Tas ukuran medium dihargai Rp180 ribu-Rp225 ribu, ukuran besar Rp250 ribu-Rp349 ribu, dan kualitas premium (finishing berbahan kulit) Rp400 ribu-Rp1,25 juta.
Anis mengaku jiwa wirausaha diwariskan dari kedua orang tuanya. Ibu dari tiga anak itu pun saat S1 pernah mampu membayar SPP sendiri dari hasil berjualan jilbab.
• Innovating Jogja Kembali Digelar, Buka Kesempatan Jaring Start-Up di Bidang Kerajinan dan Batik
Wanita yang pernah menjadi dosen itu berharap ke depan para pengrajinnya bisa terus memiliki pekerjaan.
"Dulu sempat geger saat produk rajut dari Cina masuk ke Indonesia. Mereka jual Rp50 ribu per tas, sedangkan kami Rp300 ribu. Tapi kualitasnya sangat jauh. Mereka pakai mesin, ketahanan produk rendah. Tapi sekarang sudah nggak ada lagi itu," ungkapnya.
Selain itu, ia pun berharap agar nilai dolar tidak terus meningkat. Sebab bahan baku benang yang dia gunakan kebanyakan produk impor.
"Akibat dari corona ini sudah sangat terasa. Omzet turun hingga 60 persen. Banyak negara luar yang biasanya pesan sekarang berhenti," jelas Anis. (TRIBUNJOGJA.COM)