Perbedaan Demam Berdarah dengan Beberapa Penyakit Lain, Kenali Gejala hingga Karakteristiknya
Penyakit Demam Berdarah sendiri disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan infeksi pada orang yang digigitnya.
TRIBUNJOGJA.COM - Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi penyakit yang kerap muncul saat musim penghujan.
Penyakit Demam Berdarah sendiri disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan infeksi pada orang yang digigitnya.
Penyakit ini bisa dikatakan cukup berbahaya dan berisiko.
Bahkan, risiko tertinggi dari penyakit demam berdarah juga bisa menyebabkan penderitanya meninggal dunia.
• Kenali Tiga Fase Penyakit Demam Berdarah Ini, Penyebab dan Risiko Gigitan Nyamuk Aedes aegypti
• Waspada Demam Berdarah, Kenali Ciri-ciri dan Karakter Nyamuk Aedes aegypti Penyebab DBD
Meski beberapa kali terjadi wabah DBD di Indonesia, tapi kebingungan tentang penyakit ini terus terjadi.
Salah satunya karena DBD mempunyai sejumlah gejala yang mirip dengan penyakit lainnya.
Hal ini juga pernah disampaikan oleh Dr Widodo Judarwanto Sp.A dari Allergy Behaviour Clinic & Picky Eaters Clinic Jakarta dalam tulisannya di laman Kompas.com.

Widodo menjelaskan, diagnosis DBD sering tertukar dengan demam tifoid, infeksi tenggorokan, infeksi otak, campak, flu, atau infeksi saluran napas lain.
Menurut Widodo, itu karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD sangat bervariasi.
Lalu, untuk berjaga-jaga bagaimana kita membedakan gejala DBD dengan penyakit lain?
1. DBD dan Tifus
DBD dan tifus memiliki satu gejala yang sama yaitu demam. Meski begitu, demam kedua penyakit tersebut berbeda satu sama lain.
Demam pada DBD berlangsung sepanjang hari. Sedangkan pada tifus, demam hanya berlangsung atau meninggi pada waktu sore dan malam.
Pola demam DBD juga cukup berbeda, biasanya mendadak tinggi dalam dua hari pertama kemudian menurun pada hari ketiga dan meningkat lagi. Pola ini sering disebut dengan siklus pelana kuda.
Selain itu, gejala DBD yang cukup khas adalah nyeri ulu hati. Rasa nyeri ini berbeda dengan gejala maag.
Penderita tifus biasanya juga mengalami rasa tidak enak pada perut. Hanya saja, gejala tifus tidak sampai pada rasa nyeri hebat.
Salah satu gejala khas DBD adalah bintik merah pada kulit hampir di seluruh tubuh. Bintik ini terjadi akibat pendarahan, jika ditekan biasanya warnanya tidak pudar.
Gejala itu berbeda dengan tifus yang hanya mengalami bintik merah pada bagian dada. Meski begitu, bintik ini bukan akibat pendarahan.

2. DBD vs Campak
Masih berhubungan dengan bintik merah, biasanya gejala satu ini juga dikaitkan dengan penyakit campak.
Bedanya, bercak merah pada campak timbul pada demam hari ketiga sampai kelima. Bintik ini akan berkurang pada minggu kedua dan menimbulkan bekas terkelupas dan kehitaman.
Penyakit campak biasanya juga diawali dengan kelihan batuk dan pilek.
Sedangkan pada DBD, bercak merah pada kulit muncul sekitar hari kedua atau ketiga demam. Pada hari keempat dan kelima, bercak ini akan menghilang tanpa diikuti proses pengelupasan dan kehitaman.
3. DBD dan ISPA
Awal gejala penyakit DBD juga sering mirip dengan infeksi saluran napas akut (ISPA) seperti flu, infeksi tenggorokan, dan lainnya.
Apalagi gejala seperti batuk, pilek, dan demamnya hampir sama. Hanya saja, flu biasanya akan menghilang secara bertahap pada hari ketujuh hingg ke-14.
Sedangkan pada DBD, gejala-gejala itu akan drastis menghilang pada hari keenam.
Selain itu, DBD biasanya juga diikuti dengan sakit kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri belakang mata, hingga muncul ruam kulit.
• Memasuki Minggu Kedua 2020, Ada 7 Kasus Demam Berdarah di Kulon Progo
• Wolbachia Beri Dampak Signifikan Penurunan Demam Berdarah di Yogya
4. DBD dan Zika
Virus DBD dan Zika sama-sama ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala utama kedua penyakit ini pun mirip, yaitu demam.
Meski begitu, keduanya memiliki beberapa gejala berbeda. Salah satunya salah gejala penyakit Zika adalah mata merah.
Selain itu, pada DBD biasanya trombosit darah penderita menurun. Sedangan penderita Zika trombositnya normal.
5. DBD vs Chikungunya
Seperti Zika dan DBD, penyakit Chikunguya juga ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
DBD dan chikungunya memiliki beberapa gejala yang sama. Misalnya saja, diawali demam, pusing, dan bintik merah pada kulit.
Meski begitu, gejala chikungunya yang berbeda dengan DBD adalah rasa nyri di persendian. Saking sakit, biasanya penderita chikungunya merasa sulit bergerak dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Beberapa warga yang terserang chikungunya bahkan menganggap mengalami lumpuh sementara.
Sedangkan DBD, meski juga mengalami nyeri otot, tulang dan sendi tapi tidak sampai merasa sulit bergerak.
Fase Demam Berdarah
Anda juga perlu mewaspadai penyakit ini, namun jika sudah terlanjur terserang penyakit ini, maka ada 3 fase yang perlu Anda perhatikan.
Seperti dikutip dari cdc.gov, berikut ini 3 fase demam berdarah yang perlu Anda waspadai.
1. Fase Demam
Ini adalah gejala paling awal, di mana penderita akan mengalami semacam demam mencapai 40 derajat celcius selama 2-7 hari.
Demam ini disertai kulit memerah, nyeri seluruh tubuh, dan sakit kepala, namun jika demam ini berlangsung selama 10 hari bisa dikatakan bukan demam berdarah.
Pada kasus ini, penderita akan mengalami penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit yang membuat dokter mendiagnosis penyakit demam berdarah.
Untuk mencegah hal buruk terjadi penderita, disarankan meminum air putih untuk menurunkan suhu tubuh dan mencegah dehidrasi.
2. Kritis
Pada fase ini penderita terkadang seolah sudah sembuh di mana suhu tubuh akan turun menjadi 37 derajat.
Namun, pada fase ini justru penderita harus sering ditangani oleh tim medis untuk mendapatkan pengobatan, dan trombosit.
Karena jika tidak, kondisi pasien akan menurun secara drastis dan mengakibatkan pendarahan yang tidak disadari.
Pada fase ini penderita juga rentan mengalami kebocotan pembuluh darah.
3. Penyembuhan
Terakhir adalah fase penyembuhan, setelah penderita berhasil memalalui masa kritis maka penderita akan merasakan demam kembali.
Namun, justru Anda tak perlu khawatir, karena pada fase ini trombosit perlahan akan naik menjadi normal.
Cairan tubuh penderita juga akan kembali normal ditandai dengan peningkatan nafsu makan dan penurunan gejala nyeri. (*/kompas.com/intisari)