Ini Bahaya Menggunakan Rokok Elektrik Menurut Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru FK UGM
Rokok elektrik pemanasannya dilakukan untuk menguapkan cairan di dalam tangki alat, hingga menghasilkan asap.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Penggunaan rokok elektrik atau vape kian populer saat ini.
Pasalnya, banyak orang yang beralih dari penggunaan rokok tembakau ke rokok elektrik.
Sebagian rokok elektrik memiliki bentuk serupa dengan rokok.
Namun cara pemakaiannya berbeda.
Rokok tembakau harus dibakar untuk menghasilkan asap.
• Evali, Penyakit Paru Misterius Berbahaya yang Mengintai Pengguna Vape
• BREAKING NEWS: PP Muhammadiyah Haramkan Rokok Elektrik, Ini Penjelasannya
Sedangkan rokok elektrik pemanasannya dilakukan untuk menguapkan cairan di dalam tangki alat, hingga menghasilkan asap.
Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK UGM, dr. Sumardi, Sp.PD,KP., FINASIM mengatakan kandungan bahan kimia yang ada di dalam rokok elektrik berbahaya bagi tubuh.
"Jadi bahan kimianya dielektrik menjadi asap dan dihirup. Padahal bahan kimia itu kalau dihirup masuk paru-paru dan bisa merusak paru-paru," ujarnya Jumat (24/1/2020).
Ia mengatakan, dampak yang ditimbulkan dari rokok elektrik tersebut berasal dari cairan vape yang dipanaskan dan kemudahan dihirup.
Sebab, bahan kimia yang ada dalam kandungan vape tersebut dihirup dari paru-paru yang kemudian masuk ke dalam darah.
• Polisi Bongkar Penjualan Cairan Vape Mengandung Narkoba, Dijual Online Lewat Aplikasi Line
• Pakai Vape untuk Berhenti Merokok? Ternyata Keliru
Dari dalam darah kemudian beredar ke seluruh tubuh yakni ke hati, ginjal, tulang yang dapat merusak organ tubuh.
"Kalau terlalu sering (mengonsumsi Vape), lama-lama dapat merangsang terjadinya kanker. Tapi itu ada jangka waktunya, tidak langsung terkena," katanya.
Keberadaan Vape
Peneliti Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), Dianita, mengatakan keberadaan vape yang semakin merebak ini, memang sudah seharusnya disikapi oleh salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam Muhammadiyah.
"Vape ini bisa diakses di mana saja, lewat online shop, dan sebagainya. Akibatnya, anak kecil sekarang sudah mulai pakai. Terus terang ya, kita prihatin, karena dari tahun ke tahun, usia perokok pemula (10-18 tahun) malah meningkat terus," katanya.
Padahal, ujarnya, pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2019, angka perokok usia pemula ini diterget bisa ditekan hingga 5,4 persen.
Tapi kenyataannya, hingga akhir tahun lalu, malah terjadi peningkatan prevalensi, mencapai 9,1 persen.
"Artinya, target nasional itu tidak tercapai. Salah satu penyebabnya tentu anak-anak di usia pemula ini mulai mencoba vape, ada akses yang semakin besar bagi mereka untuk masuk dan menjadi pecandu nikotin," pungkas Dianita. (*)