Keraton Agung Sejagat, Kerajaan 'Kaleng-kaleng' yang Sesat Sejarah
Jika keberadaan KAS dibiarkan, dikhawatirkan akan semakin banyak orang keliru memaknai dan memahami sejarahnya sendiri.
Sebelumnya, Puji adalah penyuluh kehutanan yang pensiun pada 2013. sekitar tahun 2015, dia mengaku diajak salah seorang rekannya yang merupakan perangkat Desa Pogung Jurutengah untuk bergabung dalam KAS.
Semula, dia menganggap KAS sebagai organisasi kemasyarakatan. Ketika kemudian mulai membahas soal pendirian keraton, dia pun tidak keberatan karena KAS, menurut dia, memiliki program yang bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
Oleh karena memfokuskan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat itulah, menurut Puji, kompleks keraton nantinya akan dibangun dengan konsep modern.
Di dalam kompleks bakal dibangun rumah sehat untuk pemeriksaan warga dan area semacam bazar bagi kalangan ibu untuk memamerkan produk kerajinan. Selain itu, akan dibangun pula sentra kuliner dan auditorium.
Pengamatan di lapangan, bangunan yang tengah dibangun adalah semacam pendopo.
Di sekitar itu, terdapat satu bangunan yang menaungi sebuah batu besar berukir yang disebut prasasti I Bumi Mataram. Kompleks beridiri di lahan kurang dari setengah hektar.
Prasasti ini dibuat oleh seorang tukang ukir dari Wonosobo. Dengan diberi tugas mengukir prasasti, tukang ukir tersebut mengaku telah diangkat sebagai empu oleh KAS dengan nama empu Wijoyoguno.
Prasasti tersebut dibuat pada Desember 2019, selama 14 hari. Pembuatan prasasti dilakukan hanya dengan mengukir tulisan dan gambar yang sebelumnya telah dituliskan di atas batu. Batu berukuran besar tersebut didapatkan dari Kecamatan Bruno, Purworejo.
Ratusan anggota
Saat ini, jumlah anggota KAS, menurut Puji mencapai 400 orang. Peresmian keanggotaan tersebut dilakukan pada 2018, di mana mereka sebelumnya mandi bersama di Tuk Bimolukar di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo.
Selanjutnya, mereka melakukan upacara seremonial peresmian keanggotan di kompleks Candi Arjuna, Dieng. Adapun kelengkapan keanggotaan seperti seragam didapatkan secara swadaya oleh anggota sendiri.
Adapun ide pembangunan kompleks keraton muncul sejak pertengahan 2019. Ide itu muncul setelah sebelumnya mereka menggelar acara deklarasi damai dunia di Candi Borobudur di Kabupaten Magelang.
Sebagian pengunjung yang datang, berasal dari sekitar wilayah Kabupaten Purworejo.
Beberapa orang di antaranya ingin tahu dan bertanya-tanya seputar KAS kepada sejumlah anggota berseragam.
Namun, sebagian di antara pengunjung terlihat tidak percaya dan nampak mendengarkan penjelasan sembari menahan tawa.
Farida, salah seorang petugas dari Puskesmas Bayan yang datang berkunjung, mengaku tidak percaya tentang sejarah berdirinya KAS.
Dia pun merasa pendirian KAS terkesan konyol dan dinilai mengada-ada dari orang yang memiliki gangguan kejiwaan.
Gubernur Jatemg Ganjar Pranowo sendiri ikut menanggapi soal itu. Ia berseloroh mengira aktivitas KAS adalah acara karnaval setelah foto dan videonya viral di media sosial. “Saya kira karnaval, kok pakai baju begitu,” kata Ganjar.
Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Bupati Purworejo, Kesbangpol, Dinas Kebudayaan, dan kepolisian guna menelusuri motif munculnya KAS.
Ia berpesan agar penyelesaiannya tidak menimbulkan gesekan horisontal.
Namun, Ganjar sempat mengajukan ide nyeleneh. “Siapa tahu bisa diubah jadi acara desa wisata malah lebih bagus kan,” kata Ganjar.
Bagaimanapun, aparat perlu menelisik lebih dalam fenomena kerajaan imitasi atau “kaleng-kaleng” bernama Keraton Agung Sejagat.
Apakah para pendiri KAS sedang “halu” atau memang ada agenda lain yang lebih serius, seperti penipuan. (Kompas.ID/Regina Rukmorini/G.M Finesso)