TRIBUN WIKI
TRIBUN WIKI : Menelisik Sejarah dan Filosofi yang Ada di Alun-Alun Utara Yogyakarta
Mengenal sejarah, filosofi dan fungsi Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta Hadiningrat
Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Alun-alun Utara Kota Yogyakarta atau dalam bahasa Jawa sering disebut Alun-alun Lor merupakan areal tanah lapang yang berada di pusat Kota Yogyakarta.
Disebut Alun-alun Utara atau lor karena lokasinya berada di utara Kraton Yogyakarta.
Kraton Yogyakarta memiliki dua alun-alun yakni yang berada di utara dan selatan Kraton.
Seperti alun-alun pada umumnya, lokasi ini juga sering menjadi tempat berkumpulnya masyarakat Yogyakarta dalam berbagai kegiatan baik hiburan, pemerintahan hingga kebudayaan.
Alun-Alun Utara membentang seluas 300 x 300 meter persegi.
Seluruh permukaan Alun-alun Utara ditutup dengan kontur tanah berpasir lembut.
Di tengahnya berdiri dua buah pohon beringin kurung, yang menurut penjabaran di situs resmi Kraton Yogyakarta, kedua pohon beringin tersebut bernama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru (yang sekarang bernama Kiai Wijayadaru).

Saat ini, Alun-alun Utara Kota Yogyakarta tak bisa terlepas dari salah satu ikon wisata Kraton Yogyakarta yang cukup terkenal.
Selain karena lokasinya yang berdekatan dengan Kraton dan objek wisata terkenal lainnya, alun-alun juga memiliki riwayat panjang dan makna filosofis bagi Kerajaan dan masyarakat Yogyakarta.
Sejarah
Dalam sejarah perkembangannya, Alun-alun utara mengalami berbagai perubahan.
Pada masa lalu, Alun-Alun Utara dikelilingi oleh pagar batu bata dan selokan.
Air selokan ini dapat digunakan untuk menggenangi alun-alun saat dibutuhkan.
Di antara pohon beringin yang berjajar, terdapat beberapa bangunan bernama Bangsal Pekapalan.

Selain itu, terdapat 62 pohon beringin mengelilingi Alun-Alun Utara.
Beserta dua beringin di tengah, total terdapat 64 pohon beringin.
Jumlah ini menggambarkan usia Nabi Muhammad SAW ketika beliau meninggal dalam perhitungan Jawa.
Filosofi
Alun-Alun yang membentang di muka Keraton Yogyakarta, bukanlah semata ruang terbuka untuk menampung segala akitivitas khas warga kota seperti yang terlihat saat ini.
Kehadiran Alun-Alun ini memenuhi berbagai fungsi dan peran keraton sebagai pusat pemerintahan.
Ruang terbuka luas ini menjadi perangkai berbagai elemen kawasan di sekitarnya, baik secara tata ruang maupun secara sosial.
Misalnya antara keraton dan Masjid Gedhe, atau antara Sultan dan rakyatnya.
Terkait dua buah beringin kurung yang berlokasi di tengah, kedua beringin itu bernama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru (yang sekarang bernama Kiai Wijayadaru).
Menurut Serat Salokapatra, benih Kiai Janadaru berasal dari Keraton Pajajaran, sementara Kiai Dewadaru benihnya berasal dari Keraton Majapahit.

Kiai Dewadaru berasal dari kata dewa yang berarti Tuhan dan ndaru yang berarti wahyu.
Pohon ini berada di sebelah barat dari garis sumbu filosofis.
Bersama-sama dengan Masjid Gedhe yang juga berada di sebelah barat garis sumbu filosofis, pohon ini memberi gambaran hubungan manusia dengan Tuhannya.
Penempatan ini adalah wujud bagaimana Sri Sultan Hamengku Buwono I menggambarkan konsep Islam habluminallah.
Sementara Kiai Janadaru yang bermakna lugas pohon manusia, bersama dengan Pasar Beringharjo, berada di sisi timur dari sumbu filosofis.
Hal ini melambangkan hubungan manusia dengan manusia, sebuah konsep Islam hablumminannas.
Sebagaimana Alun-alun Selatan, seluruh permukaan Alun-alun Utara juga ditutup dengan pasir lembut.
Hal ini merupakan penggambaran laut tak berpantai yang merupakan perwujudan dari kemahatakhinggaan Tuhan.

Maka secara keseluruhan, makna alun-alun beserta kedua pohon beringin di tengahnya menggambarkan konsepsi manunggaling kawula Gusti, bersatunya raja rakyat dengan raja dan bertemunya manusia dengan Tuhan.
Terdapat 62 pohon beringin mengelilingi Alun-Alun Utara.
Beserta dua beringin di tengah, total terdapat 64 pohon beringin.
Jumlah ini menggambarkan usia Nabi Muhammad SAW ketika beliau meninggal dalam perhitungan Jawa.
Fungsi
Selain sebagai tempat berlangsungnya acara-acara yang diadakan Kesultanan Yogyakarta, Alun-Alun Utara juga menjadi tempat jika ada masyarakat yang ingin mengadukan persoalan kepada Sultan.
Rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil akan berpakaian putih, duduk di bawah panas matahari (pepe) di tengah alun-alun hingga Sultan melihat dan memanggilnya.
Praktek mengadukan nasib di bawah sengatan matahari ini disebut laku pepe atau tapa pepe.

Lokasi
Alun-alun Utara Kota Yogyakarta berlokasi tepat didepan Kraton Yogyakarta.
Untuk menuju ke Alun-alun utara Kota Yogyakarta, lokasinya berada di sisi selatan Jalan Malioboro dan titik nol kilometer atau gedung kantor pos Yogyakarta.
Identitas
Nama: Alun-alun Utara
Lokasi: Pelataran Kraton Yogyakarta
Fasilitas: Fasilitas umum untuk aktivitas masyarakat
Tiket Masuk: tidak ada (gratis).
(*/wahyu setiawan nugroho)