Sleman
Bidan Ajeng dan Pak Puger, Pejuang Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan dan Anak
Satu di antara edukasi yang tak lelah disampaikan adalah mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan usia dini.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Alexander Ermando
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Membicarakan kesehatan reproduksi bagi perempuan hingga saat ini seakan menjadi hal yang tabu dan kurang layak dibahas.
Begitu pula stigma negatif masyarakat bagi Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA).
Namun hal itu tidak berlaku bagi Bidan Ajeng Sulistyaningrum dan Puger Mulyono.
Bidan Ajeng terutama, getol memberikan edukasi pentingnya kesehatan reproduksi bagi perempuan di segala usia.
• Mahasiswa UGM Ciptakan Modul Terapi Pengobatan Penderita HIV dan AIDS
Perjuangan yang dilakukan Bidan Ajeng tidak main-main.
Ia justru melayani masyarakat Pedukuhan Girpasang, Tegal Mulyo, Klaten di lereng Merapi, yang masih sulit untuk diakses.
"Ada desa di sana yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki, dan itu saya lakukan setiap hari," tutur Bidan Ajeng.
Meski harus melewati perjuangan sulit, namun Ajeng tetap bertahan dengan edukasinya.
Sebab ia prihatin dengan warga pelosok, terutama kaum perempuan, yang minim pengetahuan kesehatan reproduksi.
Satu di antara edukasi yang tak lelah ia sampaikan adalah mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan usia dini.
• Didi Kempot dan Guyon Waton Ramaikan Hari AIDS Sedunia di Konser #BeraniDekat
Perilaku ini hingga sekarang masih terjadi.
"Usia ideal perempuan untuk menikah adalah di atas 20 tahun. Jika lebih muda dari itu, bisa berdampak bagi kesehatan reproduksinya," kata Ajeng.
Sementara Puger Mulyono jadi pahlawan bagi Anak Dengan HIV-AIDS (ADHA).
Sebab demi anak-anak tersebut ia dirikan Yayasan Lentera.
Menurut Puger, anak-anak tersebut selalu mendapat stigma negatif dari masyarakat, bahkan tak jarang diusir oleh keluarganya sendiri.
• AirAsia Kampanyekan Penanggulangan AIDS Lewat Menu INSPI(RED) Burger
Padahal, mereka tetap memiliki kesempatan untuk menggapai cita-cita di masa depan.
Warga Surakarta ini pun rela mengabdikan dirinya tanpa pamrih bagi anak-anak tersebut.
Mereka diberinya tempat tinggal, hingga biaya pendidikan.
Puger terutama juga mengimbau masyarakat agar tidak lagi memberikan stigma negatif bagi ADHA dan ODHA.
Sebab mereka masih bisa menjalani hidup layaknya orang sehat pada umumnya.
"Saya ingin, saat mereka sukses nanti, bisa diterima kembali oleh keluarga dan lingkungannya," kata Puger yang sehari-harinya berprofesi sebagai petugas parkir ini.
Baik Ajeng dan Puger mengimbau pada masyarakat agar tidak bermain-main dengan kesehatan reproduksi.
• UNBOXING KULINER: Snack Hits Super Ekonomis di Jogja
Pernikahan pun harus melewati perencanaan yang baik.
Sebab jika terjadi masalah kesehatan reproduksi, maka dampaknya tak hanya dirasakan oleh pasangan suami-istri, tetapi juga anak-anaknya kelak.
Mereka terutama berpesan pada generasi muda agar tidak malu mencari tahu tentang cara-cara menjaga kesehatan reproduksi.
Sebab, satu dari beberapa media penularan HIV-AIDS dan berbagai Penyakit Menular Seksual (PMS) berasal dari hubungan intim yang tidak memperhatikan faktor kesehatan.
"Jika Anda memang memiliki kehidupan seksual berisiko, jangan ragu menggunakan pengaman atau alat kontrasepsi," kata Puger. (TRIBUNJOGJA.COM)