Sleman

KSPSI DIY Desak Bupati Tidak Pakai PP No78 dalam Pengupahan

Jika tetep menggunakan PP tersebut, maka DIY akan tetap menjadi provinsi dengan upah terendah di Indonesia, sedangkan kebutuhan hidup semakin naik.

Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Sleman 

TRIBUNJOGJA.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY bersama serikat pekerja lainnya mendesak Bupati tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 dalam menentukan pengupahan.

Jika tetep menggunakan PP tersebut, maka DIY akan tetap menjadi provinsi dengan upah terendah di Indonesia, sedangkan kebutuhan hidup semakin naik.

Irsyad Ade Irawan, dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY mengatakan dalam lima tahun belakangan upah minimum di Sleman maupun DIY selalu rendah.

Menurutnya, hal itu disebabkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang digunakan dewan pengupah dalam menentukan besaran upah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Tutorial Make Up ke Sekolah, Tampil Kece Tanpa Kena Marah Guru Ala Tasya Farasya

Sementara survei yang dilakukannya, KHL di Sleman mencapai Rp 2,6 juta.

Padahal disebutnya, survei yang mereka lakukan menggunakan sumber yang sama yakni Permenaker tahun 2013.

Maka dari itu, ia mengharapkan survei KHL yang digunakan pemerintah tersebut dapat lebih diperjelas poin-poinnya.

Ia menanyakan mengapa ada selisih cukup tinggi dalam survei KHL antara dewan pengupah dan serikat buruh.

Pemkab Sleman sendiri sudah mendapatkan surat edaran dari Pemerintah Pusat terkait dengan rencana penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Sleman.

KSPSI DIY Usulkan Pemerintah Terapkan Upah Minimum Sektoral

Kenaikan UMK Sleman tahun depan diperkirakan sampai 8,51% atau menjadi Rp 1,8 juta.

"Apabila dalam menentukan UMK masih mengacu pada PP 78/2015 maka kaum buruh defisit keungan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, bisa Rp 700 ribu lebih," ujarya.

Lebih lanjut tentang pengupahan, pemerintah pusat akan merevisi PP 78/2015 tentang pengupahan.

Namun Irsyad mengatakan bahwa sejak awal pihaknya mengharapkan tidak adanya revisi, namun untuk mencabut PP tersebut.

"Kalau mau direvisi adalah komponen KHL-nya. Kami menuntut agar bupati tidak menggunakan PP dalam pengupahan, tapi menggunakan berdasarkan KHL," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Sutiasih mengaku, berdasarkan koordinasinya dan konsultasi ke pusat, maka pihaknya akan menjalankan instruksi dari pusat yakni tetap menggunakan PP No.78/2015 dalam menentukan UMK.

Upah Minim DIY Belum Dianggap Belum Sesuai KHL

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved