Siswa Senior SMK Kelautan Kulon Progo Diduga Pukuli Adik Kelasnya, Begini Perkembangannya

Kepolisian Resor Kulon Progo segera bergerak mengusut dugaan kasus kekerasan terhadap siswa di SMKN 1 Temon atau SMK Kelautan

Tribunjogja.com | Singgih Wahyu
MDP dan orangtuanya saat berada Polres Kulon Progo, Kamis (19/9/2019) 

"Saya tidak bisa melawan karena posisi saya salah dan harus menerima hukuman. Sejak masuk sekolah sudah ada aturan hukuman seperti itu. Saat itu saya dipukul di kelas saya sendiri dan teman sekelas disuruh menunduk, tak boleh melihat (pemukulan). Tidak ada guru yang tahu juga karena saat itu di jam kosong pelajaran,"kata MDP.

Dalam laporannya, kedua orangtua MDP melaporkan lima siswa kelas X dan XI yang diduga menjadi pelaku kekerasan tersbeut.

Antara lain VFP, WO, AA, BM, dan HS. Mereka dilaporkan atas dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur.

Pengacara MDP, R Ariyawan Arditama dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Wates menyayangkan adanya kejadian tersebut.

Menurutnya, SMKN 1 Temon sebetulnya hanya SMK reguler dan tidak berafiliasi dengan militer sehingga tidak seharusnya kekerasan fisik macam itu terjadi di lingkungan sekolah tersebut.

Kliennya melaporkan ke polisi karena menilai tidak ada umpan balik positif dari sekolah atas penyelesaian perkara tersebut meski sebelumnya sudah ada langkah mediasi kedua belah pihak.

"Sekolah abai atas kejadian ini. Seharusnya ada sanksi khusus kepada pelaku namun sampai hari ini kami belum dengar. Seolah-olah, (tindak kekerasan) itu disetujui sekolah. Dari sisi hukum, kami serahkan pengembangan penyelidikan pada polisi selain juga kami akan menindaklanjutinya ke dinas pendidikan terkait. Jogja adalah kota pendidikan. Jangan sampai terciderai peristiwa seperti ini dan tidak boleh terlang di SMK lain,"kata Ariyawan.

Tanggapan Kepala Sekolah

DIkonfirmasi terpisah, Kepala SMKN 1 Temon, Fauzi Rokhman mengakui bahwa sekolah kecolongan atas peristiwa tersebut karena terjadi di luar pengawasan guru.

Ia membantah anggapan bahwa sekolah membiarkan ataupun membolehkan tindak kekerasan fisik kepada para siswanya oleh para guru maupun kalangan siswa itu sendiri.

Ia justru menyebut saat itu ada kemungkinan siswa senior lepas kontrol saat memberikan hukuman disiplin pada MDP yang kedapatan melanggar aturan.

"Kami tidak pernah memberikan kewenangan ataupun legalitas kepada siapapun untuk memberi hukuman fisik, baik guru maupun Batalion. Ngga pernah sama sekali, ngga ada. Kalau sanksi, paling hanya jalan jongkok jika ada yang terlambat. Saat itu mungkin (siswa senior) lepas kontrol karena (MDP) sudah diingatkan tapi tidak ada respon positif,"kata Fauzi.

Pihaknya juga membantah kabar pengeroyokan terhadap MDP oleh pada siswa senior meski tak dijabarkannya secara jelas.

Hal sebenarnya yang terjadi saat itu menurutnya beberapa siswa senior masuk ke kelas MDP, memperingatkan, lalu terjadi aksi dorong dan penamparan dan disebutnya lepas kendali.

Ada delapan orang siswa senior dari Batalion yang terlibat aksi tersebut. Terhadap para pelaku, sekolah menurut Fauzi sudah memberikan sanksi.

"Sanksi kepada pelaku, kita suruh jalan jongkok. Tapi tidak dipukuli,"kata Fauzi. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved