Kota Yogya

Tri Dharma Tolak Penataan 'Ungkur-Ungkuran' PKL Malioboro

Penataan tersebut semakin membuat keberadaan 920 anggota PKL Tri Dharma terhimpit bahkan kehilangan lapaknya.

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah
Ketua Tri Dharma, Mudjiyo saat datang ke Balaikota Yogyakarta, Senin (22/7/2019). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wacana pemerintah untuk menata Pedagang Kaki Lima (PKL), yang rencananya dimulai di sisi barat area pedestrian Malioboro, tampaknya belum bisa berjalan mulus.

Setelah PKL Pemalni menyatakan kesiapan dan dukungan untuk ditata, kini giliran Paguyuban PKL Tri Dharma menyatakan penolakannya.

Datang ke Kantor Balai Kota Yogyakarta, Ketua Tri Dharma, Mudjiyo menjelaskan bahwa pihaknya dengan tegas menolak penataan tersebut.

Ada beberapa hal yang menjadi dasar penolakan tersebut.

Lemari Lila Padukan Kain Batik dan Desain Kasual

"Pedagang yang ditempatkan di belakang, ini berpotensi menimbulkan permasalahan. Kami akan kesulitan menata lapak. Kalau ada yang beli, kami melayani gimana karena ungkur- ungkuran (saling membelakangi)," ungkapnya, di Kompleks Balaikota Yogyakarta, Senin (22/7/2019).

Ia pun menanyakan terkait kepastian lahan yang dikosongkan akan bisa tetap kosong atau justru diisi oleh PKL lain yang memanfaatkan situasi.

"Lalu apa iya yang ada di belakang kami adalah PKL asli (Pemalni) atau ada PKL lain yang ikut-ikutan," ujarnya.

Mudjiyo menambahkan, saat ini kondisi lapak mereka memiliki luasan yang jauh berkurang dari ukuran awal yakni 1,5 meter.

Dikhawatirkan, penataan tersebut semakin membuat keberadaan 920 anggota PKL Tri Dharma terhimpit bahkan kehilangan lapaknya.

"Kalau kondisi saat ini, kami terpotong-potong tapi kami masih bisa menerima," ungkapnya.

PKL Pemalni Akan Ditata, Usung Konsep Ungkur-Ungkuran

Terpisah, Wakil Ketua Tri Dharma Paul Zulkarnaen mengutarakan pernyataan yang senada dengan Mudjiyo.

Ia mengaku penataan tersebut bukan justru membuat Malioboro rapi tapi sebaliknya yakni justru terkesan kumuh.

"Kekhawatirannya adalah kalau ungkur-ungkuran jadi tidak rapi. Selain itu juga memicu konflik kepentingan. Misal mau buka, tapi nggak bisa menata gerobak," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa, Thomas Nurana yang mendampingi Mudjito ke Balaikota Yogyakakarta mengatakan maksud kedatangan mereka adalah untuk memasukkan permintaan audiensi terkait penataan PKL.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved