Gunungkidul

Siswa di Gunungkidul Ini Tak Diterima di Sekolah dekat Rumahnya Meski Memiliki Nilai Tinggi

Pasha diasuh oleh neneknya sejak kecil, ibunya meninggal saat Pasha duduk di bangku kelas 3 SD.

Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Wisang Seto
Pasha saat ditemani kakeknya, menunjukkan peralatan sekolah yang telah dibeli, Kamis (11/7/2019). 

Laporan Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo

TRIBUNJOGJA.COM,GUNUNGKIDUL - Diberlakukannya sistem zonasi mengakibatkan tidak semua warga negara bisa untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri.

Satu diantaranya adalah Muhammad Pasha Pratama warga Padukuhan Bulu, RT 05 RW 14, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo.

Saat mendaftar sistem zonasi, rumahnya tidak tertitik dengan baik oleh GPS, yang mengakibatkan dirinya terlempar jauh harus mendaftar di sekolah yang jauh dari rumahnya.

Awalnya ia mendaftar di sekolah SMP 2 Karangmojo, karena pertimbangan jarak sekolah dengan rumahnya kurang lebih 2 km.

Sehingga dirinya tidak memerlukan biaya ekstra untuk transportasi.

Kritik Sistem Zonasi, Ketua Dewan Pendidikan DIY : Pengelompokkan Siswa Merupakan Diskriminasi

"Saya inginnya sekolah di SMP 2 Karangmojo," ucapnya singkat dengan menundukkan kepala, Kamis (11/7/2019).

HIngga saat ini dirinya belum mendaftarkan diri ke sekolah swasta.

Sedangkan jarak sekolah swasta terdekat dengan rumahnya kurang lebih 5 kilometer.

Dirinya kebingungan harus naik apa saat berangkat sekolah.

Mengingat keluarganya tidak memiliki kendaraan bermotor.

"Kalau sekolah di SMP 2 Karangmojo banyak teman sehingga bisa nebeng," katanya.

Kuota KMS di SMPN 5 Yogya Tak Terpenuhi, Sisa Kuota Digunakan untuk Zonasi Mutu

Pasha sapaan akrabnya hingga saat ini mengaku masih merasa kecewa.

Ditambah lagi persiapan untuk masuk sekoah sudah ia persiapkan seperti buku tulis, tas, dan sepatu untuk sekolah.

Saat ditemui Tribunjogja Pasha hanya menunduk, terkadang saat diajak berbicara matanya berkaca-kaca.

Saat ditemui dirinya ditemani oleh nenek dan tetangganya.

Pasha diasuh oleh neneknya sejak kecil, ibunya meninggal saat Pasha duduk di bangku kelas 3 SD.

Sedangkan sang ayah mengalami gangguan kejiwaan sehingga keperluan sekolah dicukupi nenek dan kerabatnya.

"Saat liburan pasha sering dimintai tolong tetangga, dan sering diberi upah oleh tetangga. Upah yang didapat ia kumpulkan untuk membeli sepatu, tas, dan buku," kata sang nenek, Rebi (65).

PPDB SMA di Kota Magelang, Sistem Baru Memprioritaskan Zonasi

Neneknya keseharian bekerja sebagai petani, sehingga jika pasha harus sekolah jauh dari rumahnya kesulitan membiayai transportasinya.

Ia mengaku membeli air untuk mengairi sawah pun dirinya merasa kesulitan.

"Membeli air saja susah, mengingat saat ini masa kekeringan dan sulit untuk mencari air untuk pengairan," imbuhnya

Sang nenek tetap menginginkan si cucu tetap bisa bersekolah seperti anak-anak diusianya.

Tetangganya Sarwanto juga dibuat keheranan, karena anak seusia Pasha lainnya yang mendaftar di SMP 2 Karangmojo banyak yang diterima sedangkan Pasha sendiri tidak diterima.

"Saya heran juga saat saya tanya nilai Pasha lumayan bagus yaitu total nilainya 15. Sedangkan teman-temannya daerah sini yang mendaftar di SMP 2 Karangmojo dengan nilai dibawahnya diterima, teman-temannya ada yang nilai 13, 10, bahkan jarak rumah lebih jauh dari Pasha," Kata Sarwanto.

Kuota Bibit Unggul dan Zonasi Wilayah Kosong Akan Digunakan untuk Zonasi Mutu

Sarwanto mengetahui keseharian Pasha lantaran saat Pasha tidak diterima dirinyalah yang sering memberikan semangat untuk Pasha.

Saat mengetahui tidak diterima Pasha sempat mengurung diri di rumah.

"Lalu saya tanya kalau sekolah tidak di SMP 2 bagaimana. Pasha mengaku bingung harus naik apa kesekolah mengingat disini tidak ada angkutan umum. Sudah lama daerah sini tidak ada angkutan umum," ujarnya.

Kejadian serupa juga dialami oleh Romi Kurniawan (12), yang rumahnya tidak jauh dari rumah Pasha.

Romi juga tidak diterima di SMP 2 Karangmojo dan harus bersekolah Ke SMP Swasta yang berada di Wonosari.

"Saat mendaftar posisi berada di tengah-tengah lalu lama kelamaan tergeser dan akhirnya terlempar dari SMP 2 Karangmojo. Pilih di SMP 2 karena dekat dengan rumah, sedangkan tetangga ada 4 orang yang diterima di SMP 2 Karangmojo. Nilai saya 18 dan yang diterima nilainya kurang dari saya," katanya.

Saat dikonfirmasi Kepala Bidang SMP, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) kabupaten Gunungkidul, Kisworo menjelaskan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun ini mengutamakan 3 kriteria.

"Yang pertama diprioritaskan adalah jarak dari rumah ke sekolah, keduanya adalah umur, dan ketiga adalah saat pendaftaran (waktu)," ucapnya.

Hari Ini, Verifikasi PPDB SMP Zonasi Mutu, Jalur Keluarga Tidak Mampu dan Jalur Luar Zonasi Dimulai

Kisworo mengungkapkan kasus yang dialami Pasha karena umur Pasha lebih tua dibandingkan dengan pendaftar yang lainnya.

"Kita sudah cek langsung, dan memang ada murid yang lebih dekat dibandingkan Pasha. Kalaupun jaraknya sama kalah diusia berdasarkan berkas yang bersangkutan lebih tua tiga hari," terangnya.

Sambung Kisworo, menurut edaran dari kemendikbud nilai (NEM) memang diabaikan.

Pihak disdikpora hanya mentaati surat edaran dari kemendikbud.

Kepala SMP 2 Karangmojo, Tumijo mengatakan nilai terendah yang diterima di Sekolahnya tidak terpantau karena PPDB saat ini menggunakan sistem zonasi, sehingga yang dipertimbangkan pertama kali adalah jarak dari rumah menuju ke sekolah.

"Jadi memang tidak terpantau berapa nilai terendah dan tertinggi. Kami hanya menerima hasil dari PPDB lalu kami cap dan tanda tangani," ucapnya.

Saat disinggung mengenai keadaan Pasha, dirinya tidak menampik.

Menurutnya hal tersebut tidak terjadi pada Pasha saja tetapi di daerah lainnya juga ada yang mengalami.

"Calon siswa kan tinggal memilih sekolah yang paling dekat dengan rumah. Di sistem PPDB zonasi antara anak satu dengan yang lain pasti berbeda walaupun perbedaannya hanya nol koma itulah yang dihitung," katanya.

Sementara itu Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga.

"Saya sudah komunikasi dengan kepala dinas dikpora Gunungkidul, Intinya secara sistem regulasi yang bersangkutan memang tidak bisa diterima. Tetapi secara pribadi dan kedinasan pak Kadis Dikpora siap membantu bahkan 'ngragadi' anak untuk sekolah di swasta dan atau pesantren," pungkasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved