Pendidikan
Kritik Sistem Zonasi, Ketua Dewan Pendidikan DIY : Pengelompokkan Siswa Merupakan Diskriminasi
Ketika sistem zonasi sudah diberlakukan, namun di sekolah masih didapati ada pengelompokan, maka hal tersebut kurang tepat.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Sistem Zonasi dianggap sebagai metode untuk memeratakan pendidikan dan menghindari ketimpangan.
Untuk itu, pembiasaan pemisahan kelas antara siswa pintar dengan siswa yang dianggap kurang, tidak boleh dilakukan di sekolah.
Ketua Dewan Pendidikan DIY, Danisworo menjelaskan, ketika sistem zonasi sudah diberlakukan, namun di sekolah masih didapati ada pengelompokan, maka hal tersebut kurang tepat.
• 5 Rekomendasi Mie Ayam di Jogja, dari yang Super Pedas sampai Buka Tengah Malam
"Sistem zonasi kan tujuannya untuk memeratakan pendidikan. Kalau di sekolah masih tetap ada pengelompokan siswa, maka masih ada diskriminasi. Kalau dicampur kan ada variasi, yang dianggap lebih pandai malah bisa membantu serta memacu yang kurang agar tidak ketinggalan," terangnya pada Tribunjogja.com.
Danis mengatakan, ketika memang diharuskan ada pengelompokan hal tersebut bisa dilakukan dengan catatan hanya untuk mengejar ketertinggalan, dan dilakukan cukup di semester awal.
Menurutnya, untuk siswa yang kurang bisa diberikan treatment khusus untuk bisa mengejar siswa yang dianggap lebih.
"Pengelompokan itu kurang tepat. Boleh dilakukan tapi untuk matrikulasi, kalau seterusnya saya harap tidak. Dimana yang dianggap rendah kurang percaya diri, yang lebih malah sombong," ungkapnya.
Danis menerangkan, dengan adanya sistem zonasi ini, di tahap awal mungkin ada sebagian guru di sekolah favorit yang mengeluh karena terbiasa mengajarkan anak yang pandai, namun dengan sistem zonasi ini kemampuan siswa akan lebih bervariasi.
• Dua Permasalahan PPDB Ini Jadi Sorotan Disdikpora Gunungkidul
Untuk itu, menurutnya guru juga harus merubah cara berpikir dan menyesuaikan dengan kemampuan siswa yang ada.
"Mungkin ada sebagian guru yang mengeluhkan. Guru yang mengajar di sekolah favorit lebih terbiasa mengajarkan anak yang bisa dikatakan mudah menerima pelajaran. Saat ini kan lebih heterogen, jadi guru harus memiliki kesadaran kalau siswa yang diajar saat ini berbeda dengan yang dulu," terangnya.
Sri Budiarti Kabid PTK DSIP, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengungkapkan, untuk bisa menghadapi kemampuan siswa yang beragam, pihaknya berusaha meningkatkan kompetensi guru yang ada di Kota Yogyakarta dengan cara melakukan diklat serta pelatihan.
Selain itu, rolling serta pemerataan guru juga selalu dilakukan.
"Kalau di sekolah dirasa kurang, kita beri guru yang berkompetensi tinggi. Evaluasi serta rolling selalu kita lakukan. Untuk melakukan rolling, kita selalu rapat koordinasi dulu dengan Pengawas Sekolah, mereka yang lebih tahu kinerja guru," ungkapnya. (*)