Jawa

Kisah Kepahlawanan Pangeran Diponegoro Dikisahkan Kembali dalam Teater 'Aku Diponegoro'

Diponegoro keluar istana, keluar dari kenyamanan, bersama ratusan ribu rakyatnya berperang melawan kompeni dalam perang jawa, tahun 1825.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri
Saat puluhan seniman memeragakan adegan-adegan dalam Pagelaran Teater Tari 'Aku Diponegoro', Kamis (28/3) di depan masyarakat di kompleks eks-Karesidenan Kedu atau Bakorwil II Magelang. 

Naskah yang diambil sendiri adalah naskah 'Aku Diponegoro' ciptaan Landung Simatupang.

Naskah dari Landung Simatupang, yang berjudul 'Aku Diponegoro'. Dimana, lebih bercerita persoalan dari lahir, sampai diponegoro tertangkap. Dengan cara  lugas, setiap orang mampu memahami naskahnya.  

Dari pantauan Tribunjogja.com, masing-masing babak dalam teater menceritakan segenap kisah dari sang pangeran.

Dari mulai sang pangeran kecil dan tumbuh besar di lingkungan Keraton Yogyakarta diasuh oleh nenek buyutnya, kemudian saat sang pangeran melihat kondisi negara yang sengsara akibat penjajahan.

Dirinya pun melakukan perlawanan.

Diponegoro keluar istana, keluar dari kenyamanan, bersama ratusan ribu rakyatnya berperang melawan kompeni dalam perang jawa, tahun 1825.

Terakhir saat dirinya ditangkap dalam tipu muslihat yang dilakukan penjajah kolonial tepat dua hari setelah lebaran.

Baca: Hampir Dua Jam Sri Mulyani Indrawati Nikmati Lukisan Babad Diponegoro

"Kita mencoba untuk  berangkat dari awal mula pangeran Diponegoro ditangkap. Hari kedua, hari raya Idul Fitri.  Dari sana mencoba flashback ke belakang, memilih kelahiran Diponegoro. Saat ia tumbuh besar, Diponegoro dididik oleh nenek buyutnya. Bagaimana ia dididik oleh nenek buyutnya ini sangat menarik, karena dibalik figur kekuatan seorang laki-laki yang  punya misi kekuatan di belakangnya ada figur seorang perempuan. Saya kira di tiap kisah sejarah pun sama, ada perempuan hebat yang mendukung seorang pahlawan atau laki-laki yang hebat," kata Jarot, sang sutradara pada Tribunjogja.com.

Di dalam pementasan sendiri, juga diselingi berbagai adegan yang menggambarkan kehidupan rakyat.

Jika disambungkan dengan masa kekininan ternyata masih relevan.

Ada adegan dimana para warga sedang berjualan di pasar, dan terdapat seorang pengacau yang meminta pajak kepada rakyat, sehingga menimbulkan kisruh dan kekacauan antara keduanya.

Kemudian datang salah seorang tokoh yang mendamaikan keduanya.

Adegan pun dikemas secara lucu, sehingga pesan yang disampaikan dapat tersampaikan mudah ke masyarakat.

Baca: Cerita Pelukis Babad Diponegoro Alami Peristiwa Aneh di Tempat Diponegoro Ditawan, Didatangi Kijang

Adegan itu menggambarkan bagaimana masyarakat harus senantiasa hidup berdampingan secara harmonis, dengan damai dan saling menghormati. 

Djarot pun berharap pementasan ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved