Yogyakarta

Warga Lereng Merapi Hidup dengan Catur Gatra Ngadepi Bebaya

Belajar dari pengalaman kejadian erupsi tahun 2010 lampau, kini masyarakat di lereng Merapi semakin mantap dalam beraktivitas.

Penulis: Santo Ari | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Santo Arie
Warga beraktivitas normal di kandang komunal huntap Pagerjurang, Kepuharjo, Cangkringan 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Gunung Merapi adalah guru bagi warga yang tinggal di lerengnya.

Belajar dari pengalaman kejadian erupsi tahun 2010 lampau, kini masyarakat di lereng Merapi semakin mantap dalam beraktivitas.

Seperti Hari (24) warga Glagaharjo, yang rumahnya berjarak 13km dari puncak.

Ia mengatakan banyak pengalaman berharga yang dapat ia ambil dari pengalamannya menghadapi erupsi pada 2010 silam.

Misalnya dengan menyiapkan segala surat-surat berharga di satu tempat.

Hal yang tampak sederhana tersebut, nyatanya akan dapat mengefektifkan upaya mereka nanti bila merapi kembali erupsi.

Baca: BPPTKG : Gunung Merapi Punya Karakteristik Tersendiri

"Karena pengalaman setelah 2010. Kami menempatkan surat-surat berharga ke tas, misal KK, sertifikatan tanah, ijazah dan sertifikat penting lainya," ujarnya, Senin (4/3/2019).

Terkait kondisi saat ini, Hari mengaku terkadang mendengarkan suara gemuruh.

Namun tak sedikit pula, ia tak bisa membedakan mana suara gemuruh dari Merapi, mana yang berasal dari hujan lebat dan petir.

Namun demikian, hal itu tak sepenuhnya membuatnya khawatir.

Ia selalu rajin memantau perkembangan melalui media masa dan medsos terutama dari pihak-pihak yang berkompeten menginformasikan perkembangan Merapi, misalnya twitter BPPTKG.

"Juga ada relawan yang mereka selalu menginfokan kondisi terkini dan sudah terkoneksi ke beberapa desa," ucapnya.

Baca: Pembaruan Aktivitas Gunung Merapi, Terekam 8 Kali Gempa Guguran pada Senin Siang Ini

Yang terpenting, ia bersama keluarga dan warga lainnya selalu menerapkan Catur Gatra Ngadepi Bebaya Gunung Merapi sehingga tahu harus berbuat apa dalam menghadpi Merapi di masing-masing statusnya.

Sesuai namanya catur, maka ada empat status Merapi yang dijadikan patokan warga untuk bertindak.

Misal ketika saat ini di mana Merapi dalam kondisi level 2 atau waspada, maka yang dilakukan adalah berkegiatan di luar radius 3km dari puncak.

Mengikuti informasi resmi perkembangan Merapi, kumpulkan surat penting dan siapkan dalam satu tempat, dan pahami lokasi titik kumpul dan tempat evakuas.

Ketika Merapi naik ke level 3 atau Siaga maka yang dilakukan adalah dahulukan evakuasi di kawasan Rawan Bencana (KRB) 3, amankan harta bergerak seperti ternak.

Siapkan tas siaga yang berisi pakaian, senter, obat-obatan sederhana, radio, hp/HT, makan ringan dan minuman untuk diletakan di tempat yang mudah dijangkau.

Kemudian untuk segera mengungsi bila mulai terlihat guguran lava pijar atau awan panas dan suara gemuruh yang terus menerus.

Untuk level 4, atau status Awas, maka yang perlu dilakukan adalah wajib mengungsi bagi warga KRB 3 yang wilayahnya diperkirakan terlanda awan panas.

Bawa tas siaga yang telah disiapkan, ikuti arahan koordinator evakuasi desa, ikuti tata cara hidup dalam pengungsian, dan jangan kembali ke rumah sebelum Merapi dinyatakan aman oleh pemerintah.

Baca: Aktivitas Gunung Merapi Hari Ini, BPPTKG Pantau Telah Terjadi Enam Kali Gempa Guguran

"Jadi selain memantau BPPTKG, kami juga sudah ada catur gatra jadi sudah tahu apa yang harus dilakukan," paparnya.

Adapun Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) dalam laporan aktivitas Gunung Merapi pada 3 maret 2019, memaparkan bahwa dari sisi visual terlihat asap solfatara warna putih, intensitas tipis dengan ketinggian 50m di atas puncak.

Guguran lava teramati sebanyak tujuh kali mengerah ke tenggara atau ke Kali Gendol dengan jarak luncur 300-900m. Awan panas guguran teramati sebanyak 1 kali ke Kali Gendol dengan jarak luncur 1100 meter.

Sedangkan berdasarkan pengamatan guguran Gunung Merapi pada 4 Maret, dalam periode pukul 06.00 - 12.00 berdasarkan data seismik terekam 8 kali gempa guguran dengan durasi 10-76 detik.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Kepuharjo, Heri Supraprto mengatakan bahwa di level Merapi yang Waspada ini, kegiatan masyarakat masih seperti biasa.

Pihaknya pun selalu berkoordinasi dengan BPPTKG terkait informasi status merapi maupun rekomendasi-rekomendasi lainya.

Satu hal yang bisa dipastikan, saat ini warga sudah menyiapkan surat-surat berharga yang ditempatkan di satu tempat.

Baca: Aktivitas Merapi Meningkat, Wisata Jeep Belum Terpengaruh

"Kalau seperti sekarang dengan jarak 3 km, ya tidak perlu pindah, dan aktivitas warga masih normal. Tapi kalau sudah lebih dari 7-8 kilo baru bergeser. Jadi kami tergantung rekomendasi dari BPPTKG," ujarnya,

Terhitung dalam Januari 2019, jumlah penduduk di Kepuharjo sebanyak 3411 jiwa dengan 1174 KK.

Menurut Heri, selain berkebun dan berternak, aktivitas warga adalah kegiatan wisata di KRB 3.

Selain itu ada juga penambangan pasir yang banyak dilakukan oleh warga diluar Kepuh.

"Imbauannya ya tetap harus selalu waspada. Kalau warga kami, saya yakin mereka sudah paham bagaimana harus bertindak. Yang perlu dijelaskan adalah wisatawan, sopir truk, dan penambang pasir dan batu yang kebanyakan dari luar desa," paparnya.

Namun demikian, pihaknya sudah menugaskan personel untuk selalu melakukan pemeriksaan ke tempat wisata dan tempat penambangan.

"Sudah ada hansip yang selalu memberikan penjelasan, seandainya terjadi erupsi maka akan diterangkan wisatawan harus lewat jalur evakuasi yang mana. Untuk penambang juga harus langsung naik, kami sudah menyiapkan jalurnya," terang Heri.

Ada jalur evakuasi yang dapat dilalui truk, namun di wilayah Kepuh juga ada jalur evakuasi yang tidak boleh dilalui truk.

"Jalan juga sudah disiapkan, dari kopeng ke selatan, sudah tidak boleh lewat truk, itu khusus jalur evakuasi warga," terangnya.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved