Tol Bawen Yogyakarta
Respons Pengusaha Jika Tol Bawen-Yogya-Solo Dibangun, Warning Kadin Soal Nasib Pelaku Usaha Lokal
Kelanjutan proyek tol Bawen-Yogyakarta dan tol Solo-Yogyakarta. Begini respons pengusaha dan warning Kadin DIY soal nasib pelaku usaha lokal
Sekda DIY, Gatot Saptadi menegaskan jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY berupaya untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat melalui kehadiran jalan tol Jogja-Solo-
Semarang.
Selain menjadi sarana konektivitas, jalan tol harus disesuaikan dengan simpul-simpul perekonomian di DIY.
Menurutnya, pihaknya berupaya maksimal agar kehadiran jalan tol ini bisa disesuaikan dengan simpul-simpul perekonomian masyarakat DIY yang sudah ada. Utamanya dalam
hal penentuan pintu masuk (entry) maupun pintu keluar (exit) jalan tol.
“Jalan tol ini fungsinya untuk menopang konektivitas antar wilayah secara makro/nasional, tetapi harus menyesuaikan kondisi wilayah di DIY,” ujarnya.
Gatot pun berharap, rencana-rencana tersebut bisa dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten dalam merumuskan strategi pertumbuhan daerahnya.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan menangkap peluang ini dengan bersiap untuk lebih gumregah.
Menurut Gatot, pembangunan exit tol atau jalan tol juga tidak mengganggu ekonomi masyarakat diantaranya adalah dengan tidak dibangun di atas pasar Prambanan. Hal ini
dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian di kawasan tersebut. ( Tribunjogja.com | Agung Ismianto )
Masuk Lelang Pihak Ketiga
Rencana pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta yang jadi bagian tol Jogja Solo Semarang ( Joglosemar ) terus berlanjut.
Jalan Tol Bawen-Yogyakarta sudah disepakati oleh masing-masing pemerintah provinsi, Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Untuk proyek Jalan Tol Bawen-Yogyakarta Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta menyebut, sudah masuk pada tahapan lelang pihak ketiga.
Sekda DI Yogyakarta, Gatot Saptadi mengungkapkan, tol Jogja Solo Semarang yang masuk Yogyakarta tak terlalu panjang.
Pembangunan dari DIY akan dimulai dari bendung Karangtalun, Minggir, Sleman dan akan memanjang hingga kawasan ringroad utara.
Untuk lainnya dibangun melayang dan tidak masuk ke wilayah Kota Yogya.
“Tol ini khan akses antar wilayah dan trase tetap Gubernur yang menentukan,” ungkap Gatot ditemui di Kantor DPRD DIY, Selasa (12/2/2019).
Soal Trase jalan tol lewat sebelah mana sudah ditetapkan beberapa waktu lalu.
Dikutip Tribunjogja.com dari kppip.go.id, Ditjen Bina Marga berkoordinasi dengan KPPIP telah diminta menerbitkan Surat Penetapan Trase Jalan Tol Yogyakarta Bawen.
Disebutkan pula Kementerian ATR/BPN telah diminta menerbitkan Surat Kesesuaian Tata Ruang dan dalam waktu dekat akan mengadakan rapat koordinasi Jalan Tol Yogyakarta –
Bawen.
Status pengembangan proyek itu diupdate pada per 8 Februari 2019. Dilaman yang sama disebutkan, rencana mulai konstruksi pada 2019 dan direncanakan sudah beroperasi
pada 2021.
Tol Solo-Yogyakarta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY memberikan lima alternatif pintu keluar (exit) untuk rencana pembangunan proyek tol Yogya-Solo.
Alternatif itu merupakan exit tol dari Yogya masuk ke wilayah Jawa Tengah, yakni Manisrenggo, Klaten.
“Untuk tol Yogya-Solo memang belum tuntas saat ini. Ada lima alternatif untuk exit tol dari Yogya masuk ke Manisrenggo,” ujar Sekda DIY, Gatot Saptadi.
Gatot menjelaskan, untuk alternatif exit tol tersebut, pihaknya tidak menyebutkan secara detail mana saja yang ditawarkan ke pemerintah pusat.
Hanya ada beberapa pertimbangan yang menyertai pemilihan lima alternatif exit tol ini.
“Yang jelas menghindari situ seperti Prambanan, jangan memanfaatkan lahan produktof dan juga jangan mengganggu ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Menurut Gatot, pembangunan exit tol atau jalan tol yang mengganggu ekonomi masyarakat diantaranya adalah dibangun di atas pasar Prambanan.
Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian di kawasan tersebut.
Soal Perda RTRW
Pembangunan tol ini juga menjadi salah satu dasar untuk membuat Perda baru, yakni Perda RTRW yang saat ini sedang digodok.
Perda baru ini ditujukan untuk kelangsungan perizinan, pengendalian lahan dan juga pertanian di wilayah ini.
Gatot menjelaskan, pembangunan NYIA dan tol memang menjadi salah satu dasar pembuatan raperda baru ini.
Menurutnya, Perda tersebut bisa diubah dalam jangka waktu sekitar lima tahun.
Hal ini karena ada beberapa pertimbangan untuk pengubahan tersebut diantaranya konten tersebut sudah sejak tahun 2010 dimana ada momen letusan Merapi, pembangunan bandara baru, UU Keistimewaan dan lainnya.
“Ada perubahan konten lebih dari 20 persen, sehingga kami putuskan untuk membuat Perda baru,” urainya.
Perubahan aturan ini nantinya pun berubah juga mekanismenya.
Jika dulu pemegang kuasa mekanisme ini melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Ke depan, mekanismenya akan berubah ke tim koordinasi Kementrian Agraria dan Tata ruang, kepala BPN.
“Mekanisme jadi agak panjang karena baru. Untuk perubahan ini rekomendasi dari kementrian baru muncul awal Januari dan ini merupakan usulan eksekutif dan komitmen pemerintah untuk membangun DIY,” paparnya.
Jika sudah selesai di triwulan I, maka nantinya Perda RTRW baru akan dipergunakan untuk kepentingan administrasi pembangunan suatu daerah.
Diantaranya untuk kepentingan perizinan, pengendalian, pertanian dan lainnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap agar warga DIY bisa lebih kreatif dan inovatif, punya kemauan untuk bekerja keras dan bisa berpikir melebihi batas dalam menangkap peluang adanya tol tersebut.
Keputusan yang disepakati dengan pemerintah pusat salah satunya ialah pembangunan jalan tol akan dilaksanakan, tetapi berupa tol elevated atau jalan tol layang.
Jalan tol berbentuk jalan layang memang menjadi salah satu syarat yang diajukan Pemda DIY, jika pemerintah pusat ingin membangun jalan tol di wilayah DIY.
Pemerintah pusat pun telah menyanggupi syarat tersebut.(ais)
(*)