Yogyakarta
Sssssstttt! Ada Wajah “Jokowi” di Lukisan Sosok Pangeran Diponegoro Muda
Sssssstttt! Ada Wajah “Jokowi” di Lukisan Sosok Pangeran Diponegoro Muda yang Dipamerkan di Jogja Gallery.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Hari Susmayanti
Namun gagasan itu berubah. Sigit memilih untuk menyesuaikan penggambaran dengan situasi politik terkini, meski ia tidak bermaksud menempatkan karyanya sebagai produk politik. “Tafsir terserah ke penonton,” katanya.

Setelah bergelut lama dengan ide-idenya, dan banyak berdiskusi dengan kurator pameran, Dr Mikke Susanto, akhirnya tercapai kesesuaian. “Saya kemudian membuat desain menggunakan komputer,” lanjutnya.
Hal lain di luar penggambaran wajah yang memerlukan diskusi panjang, Sigit juga menghadapi tantangan tentang penggambaran keris yang identik dengan Diponegoro. “Apakah santri dulu selalu bawa keris?” gugatnya.
“Bagaimana letak penempatan keris jika memang dibawa? Di depan atau belakang?” lanjut Sigit yang kemudian memilih tetap untuk memvisualisasikan sang figur itu menggenggam warangka keris yang terselip di perutnya.
Teks babad dari kurator dan penyelenggara pameran yang diberikan ke Sigit Santoso, baginya sebagai seniman, terasa menyulitkan dan membatasi. Tapi ia harus berkompromi.
Sebagaimana beberapa pelukis lain, Sigit tetap memasukkan ciri khasnya dalam karyanya. Latar belakang lukisan yang menggambarkan suasana malam, dengan kemunculan bulan sabit dan kelelawar yang beterbangan, bisa bertafsir banyak.
Baca: Lukisan Ini Kisahkan Penyamaran Pangeran Diponegoro Saat Salat Jumat di Masjid Pajimatan Imogiri
“Intrepretasi terserah penonton. Saya tidak punya kekuatan pemaksa agar masyarakat memahami karya saya. Apapun karya kalau sudah dipamerkan, itu jadi milik orang lain juga. Bebas,” tandasnya.
Namun ia tetap memberi catatan, secara hakikat, proses karya dan gagasan yang ia visualisasikan, hanya sang seniman yang tahu persis. Ia menganalogikan situasinya dengan saat orang bertamu ke rumahnya.
“Tamu bisa tahu pintu masuk pagar, pintu masuk teras, masuk ruang tamu. Tapi kalau kamar, ya hanya saya yang tahu persis,” jelasnya. Ia pun menunjuk visualisasi tangan kanan Abdurohim yang jari telunjuknya mengarah ke atas.
“Tanda itu tafsir,” tukasnya. Tanda dan simbol itu bisa berarti banyak juga. Baginya posisi telunjuk yang mengarah ke atas itu umum sifatnya. Banyak figur sangat penting yang dicitrakan menggunakan tanda itu sebagai kode reliji.
Tapi jika dirunut sejarahnya, simbol-simbol itu sesungguhnya banyak yang dipengaruhi ketika paganism atau kebudayaan pagan mendominasi peradaban manusia di bumi ini. “Sebagian yang kita kenal sekarang itu simbol-simbol kuno,” kata Sigit.
Baca: Mau Ikut Napak Tilas Perang Diponegoro? Blusukan Sejarah Ini Digelar Sabtu, 2 Februari!
Bagi pria kelahiran Ngawi ini, karya terkait Babad Diponegoro ini, sangat menarik. Ia menikmati proses karyanya sejak awal hingga lukisan itu dituntaskan Kamis (31/1/2019).
Kurator pameran, Dr Mikke Susanto kepada Tribunogja.com menjelaskan, satu-satunya data yang merekam sosok Diponegoro adalah sketsa AJ Bik (1830). Saat itu Diponegoro ditawan dan berada di Balai Kota Batavia.
Ada catatan, sebagaimana juga dituangkan dalam buku “Takdir” karya Peter Carey, Diponegoro saat itu dalam kondisi sakit parah karena malaria. Tubuhnya kurus, ringkih, wajahnya tirus, dan usianya sudah tua.
Sehingga sulit menjadi tolok ukur bagaimana wajah asli sang pangeran pengobar perang Jawa itu. Ini membuat intrepretasi dan visualisasi wajah Diponegoro menjadi bebas.(Tribunjogja.com/xna)