Inilah Rahasia Dibalik Deja Vu, Kamu Mungkin Pernah Mengalaminya

Meski umum, deja vu sangat sulit dijelaskan dan dipelajari karena pengalaman tersebut sulit untuk ditiru di lab

Editor: Mona Kriesdinar
IST
Ilustrasi Deja Vu 

Dengan kata lain, ini melompati mekanisme yang biasanya digunakan otak untuk menyimpan informasi. Jadi, rasanya kita mengalami sesuatu dari masa lalu.

Deja vu juga bisa dikaitkan dengan korteks rhinal, yaitu area otak yang membuat kita merasa akrab. Sayangnya, belum diketahui bagaimana mengaktifkan area ini tanpa memicu area lain terkait memori.

Itulah mengapa sangat sulit untuk menentukan apa yang terasa akrab dengan deja vu. Sebab, rasa akrab itu biasanya samar, tidak spesifik pada obyek atau orang.

Teori lain dari deja vu adalah bahwa perasaan ini diawali oleh kenangan palsu. Valerie F Reyna, seorang psikolog terkemuka tentang kenangan palsu mengatakan pendapatnya.

"(Deja vu) pasti terkait dengan dengan memori palsu dalam arti bahwa ini adalah jenis disasosiasi memori, yang membedakan realitas dari ingatan Anda," ungkap Reyna dikutip dari Science Alert, Sabtu (16/12/2017).

"Ada berbagai macam pengalaman disasosiatif yang bisa terjadi. Terkadang Anda tidak dapat memastikannya, misalnya apakah Anda memimpikan sesuatu atau mengalaminya, apakah Anda melihatnya di film atau terjadi dalam kehidupan nyata," imbuhnya.

Ketidakcocokan memori

Penelitian terbaru tentang deja vu yang dilakukan oleh Akira O'Connor mengungkapkan hal baru. O'Connor menyebut bahwa kenangan palsu mungkin tidak dapat disalahkan. Sebagai gantinya, bisa jadi itu adalah tanda otak sedang memeriksa memori.

Untuk mengetahui hal itu, O'Connor mengamati otak dari 21 peserta. Para peserta diminta melakukan serangkaian tes umum untuk memicu kenangan palsu.

Para peneliti memberi peserta daftar kata-kata terkait, seperti kasur, malam, tidur sebentar, dan tidur siang. Ketika para peserta ditanya tentang kata sesudahnya, mereka cenderung memberi kata-kata yang terkait dengan apa yang pernah mereka dengar, dalam hal ini tidur.

Untuk mencoba menciptakan perasaan deja vu, para peneliti bertanya pada peserta apakah mereka mengetahui kata yang di awali huruf t. Para peserta menjawab tidak tahu.

Namun ketika para peneliti bertanya tentang kata tidur, peserta ingat bahwa mereka mungkin pernah mendengarnya, tapi rasanya sama semua.

Dalam penelitian ini, tim berharap melihat area otak terkait dengan memori (hippocampus) menyala. Sayangnya, itu tidak terjadi.

Para peneliti justru menemukan bahwa area yang terlibat dalam pengambilan keputusan aktif.

Oleh karena itu, O'Connor berpikir bahwa daerah frontal otak bisa membalik-balik ingatan kita. Area tersebut mengirimkan sinyal jika ada ketidakcocokan antara apa yang kita pikir telah dialami dengan apa yang sebenarnya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved