USBN SD
Kisah Sadrina, Terpaksa Mengungsi Kerumah Nenek Demi Jaga Ketenangan Batin Hadapi USBN
Kisah Sadrina, mengungsi kerumah nenek demi menjaga ketenangan batin hadapi USBN
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM - Sikap sebagian warga Temon yang menolak pembangunan bandara rupanya tak membuat mereka lupa untuk tetap memperhatikan pendidikan anaknya.
Apalagi, saat ini anak-anak kelas VI sekolah dasar (SD) tengah menjalani Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Sebisa mungkin, fokus belajar anak tersebut tak terganggu hingar bingar persoalan terkait lahan pembangunan bandara.
Sadrina Yuniarti (11) langsung menutup dan menyelipkan buku pelajarannya ke dalam tas sesaat setelah bel sekolah nyaring berbunyi, menandakan ia harus segera masuk ke ruang kelas.
Pagi itu, Kamis (3/5/2018), siswa kelas VI SDN 3 Glagah itu dan teman-teman setingkatnya akan menjalani hari kedua USBN dengan mata ujian Bahasa Indonesia.
Raut wajah Sadrina terlihat tenang dan bersemangat menghadapi ujian tersebut.
"Semangat, teman-teman. Pasti bisa!" seru Sadrina yang langsung disahut ucapan bersemangat oleh teman-temannya di ruang transit sebelum menuju ruang ujian.
Bocah perempuan itu merupakan anak dari pasangan Tri Marsudi dan Ponijah.
Keduanya merupakan warga Pedukuhan Sidorejo, Desa Glagah yang hingga saat ini masih getol menolak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Mereka tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) bersama seratusan warga lainnya dan menolak memberikan tanahnya untuk proyek tersebut.
Tri Marsudi dan beberapa pentolan penolak lain (saat itu masih tergabung dalam Wahana Tri Tunggal) sempat dipidanakan karena kasus penyegelan balai desa dalam aksi penolakan bandara, beberapa tahun silam.
Keluarga Sadrina hingga saat ini masih bertahan hidup di rumahnya yang masuk areal Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara.
Meski tinggal di dalam pagar lahan proyek dengan segala keterbatasan, termasuk tiadanya jaringan listrik dan hanya mengandalkan mesin genset untuk mendapat penerangan, Sadrina tetap mendapat dukungan dari keluarganya untuk menyelesaikan pendidikan dasar.
Pada hari biasa, ia tetap tinggal dan belajar di rumahnya di dalam area pagar lahan tersebut.
Namun, khusus pada saat ujian ini, Sadrina dititipkan di rumah kakek dan neneknya di kompleks relokasi Glagah untuk mendapatkan ketenangan batin serta bisa berkonsentrasi pada ujian yang akan dijalaninya.