Ujian Nasional 2018

Beberapa Siswa di Kota Yogya Jalani UN Berbasis Kertas

Ada dua siswa SMP yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang tetap mengikuti Ujian Nasional (UN).

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah
Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat memberikan keterangan seputar server offline pada UNBK SMP, Senin (23/4/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana menjelaskan bahwa ada dua siswa SMP yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang tetap mengikuti Ujian Nasional (UN).

Satu siswa berada di Lapas Sleman sementara satu siswa lain berada di Lapas Wonosari.

Edy mengatakan bahwa untuk siswa yang berada di Lapas Sleman, masih memungkinkan untuk melakukan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

Siswa tersebut menjalani UNBK di sekolah asalnya, namun dengan pengawalan ketat baik dari pihak kepolisian maupun lapas.

"Kami jemput anak tersebut di lapas. Didampingi dengan satu orang dari kepolisian dan satu orang dari lapas. Lalu ketika mengerjakan soal, ia dijaga 2 orang pengawas ujian. Total ada 4 orang yang mengawasi selama ia mengerjakan soal," ungkapnya, Selasa (24/4/2018).

Siswa tersebut mengerjakan soal di ruangan terpisah, tidak membaur dengan siswa lain yang juga melaksanakan UNBK di kelasnya.

"Ruangannya berbeda, namun servernya sama," tutur Edy.

Sementara itu, lanjutnya, siswa yang berada di Lapas Wonosari tidak memungkinkan untuk mengikuti UNBK.

Hal tersebut dikarenakan ada beberapa siswa yang juga harus melaksanakan UN.

Hal tersebut lantas tak memungkinkan pihak lapas dan kepolisian untuk mengirim personilnya guna melakukan pendampingan terhadap siswa tersebut jika harus melaksanakan UNBK di sekolahnya.

"Kita unduhkan paket soal untuk dia yang sudah diprint, lalu kita bawa ke sana. Tidak UNBK, UN berbasis kertas," urainya.

Walaupun ujian berbasis kertas, Edy menuturkan bahwa saat mengerjakan ujian siswa tersebut diawasi oleh lima orang yang terdiri dari dua orang pengawas ujian, dua orang pihak lapas, dan satu orang tenaga administrasi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.

Selain siswa yang tersandung masalah hukum dan menjalani UN berbasis kertas di Lapas Wonosari, Edy menuturkan bahwa pelaksanaan UN berbasis kertas ada di SMP Yaketunis.

"Ada 13 anak yang tidak berbasis komputer. Mereka yakni dua low vision, satu slow leaner, dan sepuluh tunanetra. Khusus tunanetra kita unduh soal dan dimodifikasi dengan braile," bebernya.

Selanjutnya, untuk siswa low vision, soal dicetak dengan ukuran huruf yang lebih besar, sementara untuk low leaner diberi tambahan waktu pengerjaan.

"Semuanya mendapatkan tambahan 30 menit. Hak mereka 2,5 jam meskipun, mereka ini ada yang 2 jam sudah selesai," ungkapnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved