Bandara NYIA Kulonprogo

Mei, AP I Targetkan Ada Vendor Konstruksi Bandara NYIA

PT Angkasa Pura I menargetkan pada Mei mendatang sudah didapatkan vendor untuk pengerjaan konstruksi fisik bandara.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
NET
Ilustrasi desain Bandara 

Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I, Sujiastono mengatakan mulai 26 Maret lalu juga telah dilakukan penutupan Jalan Daendels wilayah Desa Palihan dan Glagah untuk memudahkan pekerjaan lapangan.

Sekaligus, memastikan bahwa areal IPL peruntukannya hanya bagi pembangunan bandara dan bukan untuk hunian lagi.

Disebutkannya, setelah semua bidang lahan terdampak resmi terakuisisi jadi milik negara melalui konsinyasi, pembersihan lahan akan segera dilakukan.

Pihaknya berharap warga yang masih berdiam di lahan tersebut untuk segera pindah dengan kesadaran sendiri.

"Kami ingin mereka keluar dengan nyaman dan kami akan ambil upaya (pengosongan lahan) yang tetap dan terukur. Tujuh hari seminggu kami selalu koordinasi dengan Pemkab soal itu," kata Sujiastono.

Seorang warga penolak bandara dari kelompok Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP), Sofyan mengatakan warga tidak mempedulikan masalah konsinyasi ganti rugi pembebasan lahan tersebut.

Menurutnya, sesuai hasil pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai lembaga negara, terjadi maladministrasi dalam proses konsinyasi tersebut karena tidak terpenuhinya sejumlah persyaratan.

Hal itu membuktikan bahwa konsinyasi itu tidak sah.

"Konsinyasinya tidak sah karena persyaratannya tidak terpenuhi. Jika tetap dilakukan berarti mereka melakukan pemaksaan. Kalaupun mereka bilang sudah 100 persen (lahan terkonsinyasi), kami akan tetap bertahan di sini dan menolak rencana bandara," kata Sofyan.

Pihaknya juga menyoroti penutupan akses jalan Daendels yang jelas merugikan perekonomian masyarakat secara luas, tidak hanya kalangan warga penolak. Ia menegaskan, warga PWPP-KP tetap tak ingin pindah dari rumahnya saat ini meskipun ada upaya pengosongan lahan dari pihak terkait.

Warga merasa tanah dan rumah itu masih hak miliknya dan akan dipertahankan.

"Negara saja punya program bikin rumah untuk yang tidak punya, kenapa kami yang hidup di tanah sendiri kok malah mau digusur? Ini tetap hak warga," katanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved