Terkikisnya Bahasa Jawa

Eksistensi Bahasa Jawa Semakin Terpinggirkan 

Banyak siswa saat ini tak memahami penggunaannya. Sebab utamanya adalah, tutur yang digunakan di rumah didominasi bahasa Indonesia

Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Warga melintasi aksara Jawa di sekitar Jembatan Layang Jombor, Sleman, Senin (26/2). Penggunaan aksara Jawa dan bahasa Jawa di masyarakat semakin berkurang seiring perkembangan jaman. 

“Pak, bahasa Jawa kan enggak digunakan saat ngelamar kerja, sekarang yang dibutuhkan bahasa Inggris.” Begitu muridnya mengkritisi, yang juga bermaksud menggambarkan bagaimana mapel ini dianggap tak penting.

Baca: Orangtua Diharapkan Terus Membiasakan Anak-anaknya Berbahasa Jawa di Rumah

Diakui, mapel bahasa Jawa kini yang membuat Sulistianto kesulitan mengampu siswa-siswinya.

Rata-rata teman sejawatnya merasakan serupa, kepayahan mengajarkan bahasa Jawa kepada peserta didik.

Kebiasaan di lingkungan rumah membuat anak-anak tidak menguasai bahkan tidak mengerti saat diajak berbicara bahasa Jawa.

“Ini bukan hanya fenomena di kota saja, lo. Di desa, bahkan nenek-nenek ketika ngobrol dengan cucunya juga menggunakan bahasa Indonesia. Kebiasaan inilah yang kemudian lama-kelamaan mengikis perbendaharaan bahasa Jawa,” kata Sulistianto.

Waktu memberikan ilmu bahasa Jawa yang minim, membuatnya tak bisa berbuat banyak.

Ketika saat memberikan materi mapel di kelas, sekuat tenaga dia memberikan pemahaman yang komplet.

Namun, ketika para siswa kembali di rumah, sedangkan di lingkungan keluarganya menggunakan bahasa Indonesia untuk sehari-hari, jelas sudah, waktu Sulistianto sudah kalah intensif.

Alhasil, perbendaharaan kata-kata bahasa Jawa pun menguap.

Baca: Eksistensi Bahasa Jawa Kian Mengkhawatirkan dan Bisa Terancam Punah

“Kami di sini hanya memberikan contoh saat berada di lingkungan sekolah. Anak, kan, lebih intens waktunya saat di rumah. Biasanya saat sehari-hari pasti kembali ke (menggunakan) bahasa Indonesia,” ungkapnya, lalu menghela napas.

Menggunakan dwi bahasa (Jawa dan Indonesia) saat mengajar mapel bahasa Jawa di kelas menjadi pilihan terbaik, ketika murid-murid tak paham materi mapel itu.

Almast Izati Zulfah pun mempraktikkan cara-cara ini.

Guru kelas 3 SDIT Salsabila Al-Muthi’in, Banguntapan, ini mengatakan, untuk menyampaikan intisari ilmu mapel bahasa Jawa, harus dibarengi dengan pengantar menggunakan bahasa Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved