Terkikisnya Bahasa Jawa

Eksistensi Bahasa Jawa Semakin Terpinggirkan 

Banyak siswa saat ini tak memahami penggunaannya. Sebab utamanya adalah, tutur yang digunakan di rumah didominasi bahasa Indonesia

Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Warga melintasi aksara Jawa di sekitar Jembatan Layang Jombor, Sleman, Senin (26/2). Penggunaan aksara Jawa dan bahasa Jawa di masyarakat semakin berkurang seiring perkembangan jaman. 

Sebabnya, beberapa muridnya lebih intensif menggunakan bahasa nasional untuk percakapan sehari-hari, baik di rumah dengan keluarga atau dengan temannya di sekolah, mau pun percakapan nonformal di lingkup sosial lainnya.

Apalagi, dalam sepekan mapel bahasa Jawa hanya diajarkan selama 70 menit.

Waktu yang minim. Kondisi ini membuatnya kesulitan memberikan pemahaman perbendaharaan bahasa Jawa ke siswa-siswinya.

Belum dengan bahasa Jawa memiliki tingkatan yang membutuhkan pemahaman lebih dalam. Yakni bahasa ngoko, kromo, kromo hinggil, dan lainnya. 

Lebih Mudah Belajar Matematika

Dengan nafas terengah-engah seusai mengikuti mapel olahraga, Missaella Milan Angelika memulai perbincangannya dengan Tribun Jogja, saat ditemui di sekolahnya, SD Babarsari, kemarin.

Masih menggenggam tali untuk skipping dia bercerita bagaimana sulitnya memahami mapel bahasa Jawa. Bahkan pernah suatu kali dia mendapat nilai 30 untuk ujian mapel bahasa Jawa.

Baca: Dianggap Kurang Gaul, Eksistensi Bahasa Jawa Terancam

Meski sang ayah berasal dari Solo, percakapan sehari-harinya di rumah adalah menggunakan bahasa Indonesia.

“Bahasa Jawa itu paling sulit, lebih sulit dari matematika dan bahasa Inggris,” tutur siswi kelas lima ini sembari mengelap keringat di kening.

Bahkan, pilihan bahasa tutur kedua di keluarga bocah berambut sebahu ini adalah bahasa Inggris.

Bahasa Jawa? Jangan harap digunakan sebagai alat tutur.

Tak paham dengan materi atau kosa kata bahasa Jawa, mesin pencari internet adalah solusinya.

“Kalau papa ngobrol sama teman-temannya pakai bahasa Jawa, tapi kalau sama aku enggak. Nenekku di Solo juga biasanya pakai bahasa Indonesia saat komunikasi sama aku,” ungkap anak berkulit putih tersebut.

Apa yang dialami Missaella tidak berbeda jauh dengan Ikhsan Uddin Amjat serta Akhsan Uddin Amjat, bocah kembar yang baru duduk di tahun pertama SD Babarsari.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved