Isi Kuliah Umum di Stipram, Ini Tiga Pesan Utama Kapolda DIY Kepada Mahasiswa

Kapolda DIY menitipkan tiga pokok pesan utama yang merupakan kondisi aktual yang terjadi saat ini.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Kapolda DIY, Brigjen Pol Ahmad Dofiri ketika hadir di Stipram, Rabu (17/01/2018) 

Laporan Reporter Tribunjogja.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kapolda DIY, Brigjen Pol Drs Ahmad Dofiri Msi menjadi pembicara tunggal dalam kuliah umum di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (Stipram) Banguntapan, Rabu (17/01/2018) pagi.

Dihadapan ratusan mahasiswa yang hadir, Kapolda DIY menitipkan tiga pokok pesan utama yang merupakan kondisi aktual yang terjadi saat ini.

"Dari semua paparan yang saya sampaikan. Saya wanti-wanti tiga pesan. Tiga hal ini paling aktual dan betul-betul harus menjadi perhatian semuanya," tegas Brigjen Pol Ahmad Dofiri, dihadapan para mahasiswa, Rabu (17/01/2018)

Tiga pesan utama yang disampaikan perwira polisi pemilik pangkat bintang satu ini, pertama, masalah Narkoba.

Baca: Polisi Tembak Mati Pelaku Sindikat Narkoba Internasional Asal China

Kondisi Indonesia saat ini darurat terhadap ancaman Narkoba.

Menurutnya, Mahasiswa sebagai insan terdidik harus pula dengan tegas menyatakan diri perang dengan barang haram tersebut.

"Sudahlah, katakan tidak pada hal-hal yang mengarah pada indikasi Narkoba. Jangan coba-coba Narkoba, sekali coba, habis deh masa depan,"ujarnya.

Dijelaskan Kapolda, data yang tercatat di kepolisian, penyitaan pada barang Narkoba setiap tahun selalu mengalami kenaikan cukup signifikan.

Data tahun 2013 ada 542.6 kg Narkoba yang berhasil disita pihak kepolisian.

Jumlah itu mengalami kenaikan cukup mengejutkan pada tahun 2014, jumlahnya menjadi 1.1 ton.

Jumlah itu terus mengalami kenaikan, pada tahun 2015 menjadi 4.5 ton, tahun 2016 menjadi 6.2 ton dan diprediksi untuk tahun 2017 jumlahnya akan sekian membengkak.

Baca: Kapolda DIY Isi Kuliah Umum di Stipram Yogyakarta

"Data tahun 2017 ini belum keluar. Tapi saya yakin akan jauh lebih tinggi lagi. Karena penangkapan kemarin saja di Banten ada 1 ton dalam satu tempat. Pemerintah mencanangkan Indonesia darurat Narkoba, karena memang benar kondisinya semacam ini,"ungkapnya.

"Saya curiga Narkoba ini masuk dalam bagian perang proxy war, karena mayoritas Narkoba yang disita masuk dari luar negeri. Para terangka yang kita tangkap dari warga negara asing (WNA) ternyata tidak menggunakan narkoba, karena mereka tau bahanya Narkoba," imbuh dia.

Dalam kesempatan itu, Dofiri juga menjelaskan bahwa posisi negara Indonesia saat ini dikepung dari semua sudut dalam kaitannya ancaman perdagangan barang haram lintas negara.

"Jika ini tidak kita lawan, kita bisa kehilangan satu generasi karena masalah narkoba. Negara kita darurat Narkoba," ujar dia menjelaskan.

Ia juga menerangkan bahwa dari data yang ada saat ini, peredaran terbesar Narkoba dalam penggunanya dikalangan pelajar dan mahasiswa urutan pertama ada di kota Yogyakarta.

Baca: Oknum Anggotanya Tertangkap Karena Narkoba, Ini Tanggapan Polres Kulonprogo

"Ini karena jumlah mahasiswa yang ada di Yogyakarta sebagai kota pendidikan banyak sekali," paparnya.

Pesan kedua yang dilontarkan oleh perwira polisi peraih Adhimakayasa tahun 1989 ini yakni kaitannya dengan penggunaan Internet.

Menurutnya, internet saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat.

Selain memudahkan ternyata internet terutama media sosial juga bisa menjadi tantangan bagi keberagaman Indonesia.

"Saat ini kita hidup di dua zaman, dunia nyata dan Dumai maya. Kalau dunia nyata ada tata kerama, sopan santun dan ada batasannya. Tetapi kalau di Medsos sudah hilang, tidak ada tata kerama karena orangnya tidak pernah ketemu. Akibatnya, banyak orang suka maki-maki ada di media sosial," jelasnya.

"Apalagi dengan berita hoax. Ini tambah parah. Media sosial itu beda dengan media konvensional ya. Di media konvensional seperti koran, ada keprofesionalan. Ada pimred, Redaktur dan ada Reporter, semuanya bekerja sesuai kode etik, tapi di medsos, dia cari sendiri, nulis sendiri, upload sendiri," terang Dofiri.

Dikatakan Dofiri, masyarakat saat ini sudah begitu gandrung akan teknologi.

Sehingga kemanapun pergi pasti tidak lepas dari handphone sebagai alat komunikasi, membaca berita dan siang sosial. Jadilah generasi saat ini menjadi generasi menunduk.

"Dimana-mana banyak kita jumpai orang- orang menunduk. Menunduk bukan sedang andap ashor, tapi sedang melihat gadgetnya masing-masing," ujar Dofiri.

Pesan yang ketiga yakni tentang Intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Baca: Bom dan Tindak Terorisme Jadi Ancaman Serius dalam Perayaan Natal dan Tahun Baru di Bantul

Dijelaskan Dofiri bahwa sejarah bangsa Indonesia dipersatukan oleh beragam suku, ras dan bahasa yang bersumpah untuk menjadi satu.

"Tentu ini harus kita jaga, harus kita rawat. Jadikan kebhinnakaan ini sebagai kekuatan," ujarnya.

Menurut perwira tinggi polisi asal warga Indramayu ini, mengungkapkan, bahwa radikalisme akar masalahnya itu ada di masyarakat lini bawah.

"Kita mudah sekali di obok-obok. Kita nggak mau kan Indonesia ini bubar, pecah menjadi negara-negar sendiri. Sumatra sendiri, Jawa sendiri, tentu kita tidak mau itu," terangnya.

"Maka dari itu, kita harus selalu perkuat kecintaan kita pada tanah Indonesia ini," tegas Perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal ini.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved