Ketinggian Gedung di Yogya Dibatasi Setinggi 32 Meter
Dalam hal ini, pembangunan hotel ataupun gedung pun disyaratkan ketinggian maksimalnya mencapai 32 meter.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta menyebutkan di semua kawasan Kota Yogyakarta, utamanya kawasan perdagangan dan jasa ada pembatasan ketinggian bangunan gedung.
Dalam hal ini, pembangunan hotel ataupun gedung pun disyaratkan ketinggian maksimalnya mencapai 32 meter.
“Sesuai dengan rencana detail tata ruang kota (RDTRK), gedung atau bangunan hotel yang bisa dibangun di kawasan perdagangan dan jasa, seperti Jalan Ipda Tut Harsono ini mencapai ketinggian maksimal 32 meter atau delapan lantai,” kata Kepala Bappeda Edy Muhamad, belum lama ini.
Dia menjelaskan, untuk penghitungan mencapai ketinggian maksimal delapan lantai itu jika diperkirakan luasan lantai mencapai 100 meter persegi. Pihaknya pun menyebutkan jika ada investor yang membangun dengan ketinggian di atas batas maksimal maka akan menyalahi RDTRK.
“Tentu saja, nantinya Dinas terkait (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan) tidak bisa mengeluarkan perizinan,” paparnya.
Selain pengaturan batas maksimal ketinggian gedung, pihaknya juga menyebut ada beberapa titik di kawasan tertentu yang harus dibuat sky line. Artinya, bangunan ini tidak tinggi di pinggir jalan, namun dibuat ketinggian bertingkat dengan membentuk sudut 45 derajat.
“Untuk perizinan memang harus memperhatikan sempadan koefisien ketinggiannya. Harus dicermati sebelum keluarnya IMB,” paparnya.
Kepala Bidang Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan, Setiyono menjelaskan, pihaknya memang terus memperhatikan ketinggian saat investor mengajukan IMB untuk gedung atau hotel dengan ketinggian lebih dari satu lantai. Di kawasan Jalan Ipda Tut Harsono, memang ketinggian sesuai dengan RDTRK mencapai 32 meter.
“Itu bisa mencapai lebih dari delapan lantai. Namun, yang jelas batasan ketinggian maksimal mencapai 32 meter,” paparnya.
Melihat salah satu hotel yakni Grand Timoho yang berencana membangun enam lantai di Jalan Ipda Tut Harsono, pihaknya mengatakan hal ini tidak menabrak aturan RDTRK. Namun demikian, pihak pengembang telah mencuri start dengan membangun tidak sesuai izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan, yakni membangun satu lantai.
Pihak dinas terkait pun akhirnya mencabut IMB Hotel Grand Timoho. Akan tetapi, menurut Setiyono pengembang hotel bisa langsung mengajukan menjadi enam lantai, pasca pencabutan. Asalkan, harus memenuhi syarat-syarat yang baru seperti mengajukan IMB baru.
“Ada kajian lingkungan berupa dampak sebelum dan sesudah pembangunan, dampak sosial, lalu lintas dan juga kimia. Koordinasi dengan dengan BLH dan sosialisasi dengan warga. Nanti ada rekomendasi dari dinas terkait,” katanya.
Disinggung, dengan kemudahan pemberian izin bagi para pengembang hotel setelah IMB dicabut, Setiyono pun mengaku sudah sesuai dengan aturan yang ada. Namun, hal ini berlaku bagi 104 hotel yang sudah mengajukan izin sebelum terbitnya moratorium pendirian hotel, atau sebelum tahun 2014.
Dia menjelaskan, dari jumlah 104 hotel yang mengajukan IMB, saat ini sudah 87 berkas yang sudah diterbitkan IMB. Sementara 17 berkas lain masih dilakukan pencermatan lantaran sejumlah persyaratan belum sesuai.