Liputan Khusus

Jalan Lempang di Jembatan Timbang

Masih ingat amuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di jembatan timbang Subah, Batang, pada Minggu malam, 28 April 2014?

Penulis: oda | Editor: tea
Tribun Jogja/ Hendra Krisdianto
TIMBANG MUATAN - Petugas memeriksa kelengkapan surat kendaraan truk pengangkut barang di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Tamanmartani, Kalasan, Yogyakarta, Jumat (26/9) 

Hasil temuan lain dari penelusuran dan pemantauan lapangan oleh Tribun, ada pula praktik truk berat yang sengaja tidak masuk ke jembatan timbang, kemudian diberhentikan petugas dari balik pagar pos. Truk itu memang berhenti.

Sopir atau kernet dari truk yang berhenti di pinggir jalan depan jembatan timbang Kalitirto, Berbah, Sleman itu kemudian turun. Berjalan kaki, ia bergegas menghampiri ruang petugas dan masuk ke dalamnya.
Kurang dari semenit, awal truk itu keluar menuju kabin truk, dan armada berat itu melaju trengginas. Kali lain dalam pemantauan selama dua jam tanpa henti, tak satupun truk berat yang melintas masuk ke jembatan timbang. Petugas pun juga terlihat acuh.

Tak masuk

Seorang sopir truk tronton pengangkut semen seberat 50 ton, Joko (28), sejak lalu lalang lewat jalur DIY, dia tidak pernah masuk ke dalam jembatan timbang. Alasannya, jembatan timbang di wilayah DIY tak mampu mengukur tonase truknya.

"Jembatan timbang di Yogyakarta tak dapat menimbang berat muatan sampai 50 ton. Jembatannya bisa rusak, maka kita jalan terus saja. Jarang dihentikan petugas jembatan timbang," akunya saat ditemui di salah satu titik perhentian di Prambanan.

Warga asal Jatim itu mengatakan, biasanya truk-truk yang masuk jembatan timbang di DIY membawa beban berat tidak melebihi 30 ton. Meski demikian, sopir yang menggunakan truk trailer bernopol AG itu mengakui truknya melebihi tonase.

"Muatan truk saya melebihi tonase. Kalau truk seperti itu, berat yang dibawanya paling sekitar 25 ton. Itu yang bisa masuk ke jembatan timbang," katanya sembari menunjuk truk yang lewat di jalan raya Prambanan-Klaten.

Atas sejumlah temuan dan dugaan praktik "denda" mengarah pungli ini, seorang petugas Dishubkominfo DIY, Purwanto, menilai tindakan membiarkan truk berat yang diduga kuat kelebihan muatan itu tidak tepat.

"Kalau saya itu harusnya masuk untuk saya timbang. Jika muatannya lebih kita berlakukan tilang dan denda. Kalau pun sudah bawa surat tilang berarti kita denda," kata Koordinator Petugas Pos Jembatan Timbang Kalitirto ini.

Angkutan tebu

Meski telah memiliki surat-surat lengkap, dan bahkan surat tilang, lanjutnya truk tersebut tetap harus masuk ke jembatan timbang.

"Seharusnya tetap masuk karena kita perlu bukti timbang, dan punya alatnya. Kalau nggak pakai, saya tidak mau," tegasnya.

Tetapi demikianlah praktik itu seolah lazim terjadi. Tentang ketentuan penurunan barang bagi truk yang kelebihan muatan, Purwanto mengatakan jika kelebihan barang masih di bawah 25 persen dari berat yang diizinkan, maka hanya terkena denda.

"Kalau lebih dari 25 persen, akan ditilang. Namun jika sudah terkena tilang di daerah lain berarti sudah tidak bisa ditilang lagi. Kita masukkan ke denda kompensasi. Dendanya bervariasi, mulai Rp 10 ribu sampai Rp 50 ribu, tergantung jenis kendaraannya," urainya.

Menurutnya, DIY saat ini hanya lokais transit truk-truk yang bergerak antara Jatim, Jabar hingga Jabodetabek. "Kalau sudah ditilang di daerah lain, maka kita istilahnya banyak denda. Namun kita tidak memungkiri melakukan penindakan. Rata-rata sebulan kurang lebih 200 (penindakan)," katanya.

Halaman
123
Tags
jembatan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved