Liputan Khusus

Jalan Lempang di Jembatan Timbang

Masih ingat amuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di jembatan timbang Subah, Batang, pada Minggu malam, 28 April 2014?

Penulis: oda | Editor: tea
Tribun Jogja/ Hendra Krisdianto
TIMBANG MUATAN - Petugas memeriksa kelengkapan surat kendaraan truk pengangkut barang di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Tamanmartani, Kalasan, Yogyakarta, Jumat (26/9) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Obed Doni Ardiyanto 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA  - Masih ingat amuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di jembatan timbang Subah, Batang, pada Minggu malam, 28 April 2014? Gambaran serupa praktik "meloloskan" truk-truk bertonase raksasa terpantau di dua jembatan timbang di DIY.

Awak truk telah menyiapkan uang "denda" sebelum truk masuk jembatan timbang, dan "denda" pun disetorkan ke petugas yang berjaga. Ada pula cuma awaknya yang masuk ke ruang kontrol penimbangan, sedangkan truknya melaju pelan di jalan raya.

Tak butuh waktu lama sehingga urusan beres, dan truk-truk yang over tonase itu pun melaju lempang ke tujuan berikutnya. Demikian hasil pengamatan dan penelusuran khusus reporter Tribun dalam dua pekan terakhir.

Limpahan konvoi truk-truk skala berat ini meningkat drastis sejak jembatan Comal di antara Pekalongan-Pemalang ambles sebelum Idul Fitri lalu. Truk-truk ala "Optimus Prime" yang biasa lalu lalang di jalur Pantura mlipir ke selatan karena tak ada rute besar lagi yang bisa dilalui.

Praktik "denda tembak" itu diduga kuat terjadi karena terpantau tak pernah ada sanksi penurunan barang bagi truk-truk yang over kapasitas. Bukti denda pun juga sangat jarang diterima awak truk yang seperti otomatis langsung masuk ruang petugas.

Padahal berdasar Keputusan Menteri Perhubungan No 5 Tahun 1995, konsekuensi kelebihan muatan bagi setiap armada adalah muatan harus diturunkan di tempat. Jika kena denda pun, pelanggar harus diberi bukti pembayaran denda sesuai tarif yang ditentukan.
Risiko longgarnya kontrol atas truk-truk yang over tonase melewati jalan raya di DIY, atau pembiaran atas pelanggaran tonase jalan raya ini, maka umur dan kerusakan jalan pun bakal lebih cepat terjadi.

Siapkan uang

Berdasarkan pengamatan Tribun Jogja di dua jembatan timbang di Kalasan dan Berbah, para sopir atau kernet kendaraan angkutan berat selalu menyiapkan uang untuk membayar denda akibat kelebihan muatan yang mereka bawa.

Setelah memasuki area jembatan timbang, kernet truk-truk besar tersebut sering kali turun terlebih dulu sebelum kendaraannya menyentuh papan timbangan. Saat kernet masuk ruang petugas, kendaraan angkutan berat itu melaju mulus melewati pelat timbangan.

Selesai membayar denda, kernet truk langsung menyusul truk untuk naik kembali di samping pengemudi. Bagi truk yang tidak membawa kernet, sopir yang langsung membereskannya. Mereka langsung menghentikan truknya sebelum melewati pelat timbangan, atau setelahnya.

Kemudian sopir ini masuk ke kantor menemui petugas piket. Sesudah beres kemudian melanjutkan perjalanan. Meski mereka membayar apa yang selalu disebut "denda" kelebihan muatan, namun praktik penurunan kelebihan muatan atau Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) tak pernah terjadi.

"Sudah bisa kelihatan. Jika sopir atau kernetnya turun dari truknya itu kelebihan muatan. Mereka membayar (denda) karena kelebihan muatan," aku seorang sopir truk angkutan berat, Arif, ditemui di suatu tempat di Kalasan beberapa waktu lalu.

Arif yang mewanti-wanti tak diungkap identitas aslinya, membeberkan, jembatan timbang di DIY jarang menurunkan muatan truk yang melebihi tonase. Padahal upaya itu pernah dilakukan jembatan timbang Tamanmartani, Kalasan, di awal pengoperasian.

"Dulu awal-awalnya ada yang diturunkan muatannya. Namun kini sudah tidak ada lagi. Kurang tahu alasannya apa," kata Arif saat ditemui tengah beristrahat di sebuah warung makan tak jauh dari lokasi jembatan timbang tersebut.

Halaman
123
Tags
jembatan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved