Saat Pulau Jawa Bagaikan Lautan Susu yang Diaduk Para Dewa

Airlangga menyaksikan daratan Jawa dari puncak ketinggian di pengungsian jadi hamparan putih, seperti lautan susu yang diaduk para dewa

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
situsbudaya.id
Prasasti Pucangan 

Saat Pulau Jawa Bagaikan Lautan Susu yang Diaduk Para Dewa

"pralaya rin yawadwipa i rikan sakakala 939 ri pralaya haji Wurawari maso mijil sanke lwaram ekarnawa rapanikan sayawadwipa rilankala, akweh sira wwan mahawisesa pjah karuhun samanankana dwasa sri maharaja dewata pjah lumah rin san hyan dharma parhyangan i wwatan rin citramasa sakakala 939 skan wala."

Itulah bagian isi Prasasti Pucangan (Colcatta Stone) yang menceritakan petaka besar yang menimpa kerajaan Mdang di Wwatan pada waktu itu. Peristiwanya terjadi pada tahun 938 Saka atau 1016 Masehi. 

-----

SATU abad sesudah peristiwa Rukam di Temanggung, pralaya terjadi di tanah jawa khususnya di wilayah kerajaan Mdang di Jawa Timur.

Ceritanya didapat di Prasasti Pucangan yang ditemukan di lereng gunung Penanggungan di Mojokerto. 

Baca : Lumpur Keluar dari Perut Bumi, Menelan Semuanya, Petobo seperti Mau Kiamat

Apa itu Prasasti Pucangan?

Pada tahun 1812, Thomas Stanford Raffles menyerahkan prasasti pucangan ini sebagai hadiah ke atasannya, Lord Minto, di Kalkuta, India. Prasasti ini kemudian juga dikenal sebagai Colcatta Stone atau Batu Kalkuta. 

Nama Pucangan terdapat dalam inskripsi ini, menunjuk nama sebuah tempat yang dijadikan tanah perdikan untuk pertapaan di Desa Pucangan, lereng gunung Penanggungan (Pawitra) di Mojokerto.

Inilah Jejak Gempa dan Tsunami Dahsyat yang Dibangkitkan Zona Megathrust Pantai Selatan Jawa

Isi prasasti ini juga menjelaskan silsilah Airlangga, termasuk dari garis istrinya. Pu Sindok yang pindah dari Pohpitu (Jateng) ke Wwatan (Jatm), memiliki putri bernama Sri Isyanatunggawijaya, yang kawin dengan Sri Lokapala. 

Pernikahan itu berbuah putra bernama Sri Makuthawangsawardhana. Cucu Pu Sindok ini memiliki putri bernama Gunapriyadarmapatni atau Mahendradatta. Perempuan inilah yang kemudian dinikahi Airlangga, putra Udayana, raja dari Bali.

Foto Gunung Merapi (2.930 mdpl) diabadikan dari Gardu Pandang Tunggularum dan Dusun Gondoarum, Desa Wonokerto, Kec Turi, Sleman, Jumat (1/6/2018) siang dan sore sesudah letusan.
Foto Gunung Merapi (2.930 mdpl) diabadikan dari Gardu Pandang Tunggularum dan Dusun Gondoarum, Desa Wonokerto, Kec Turi, Sleman, Jumat (1/6/2018) siang dan sore sesudah letusan. (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Kelak, Airlangga inilah yang mendirikan Kerajaan Kahuripan (1037-1049), setelah terjadi pralaya serangan raja Wurawari dari Lwaram bersamaan terjadinya bencana dahsyat di Jawa. Petaka besar ini menewaskan raja dan para petinggi kerajaan. 

Cerita Gelombang Monster Pantai Selatan dalam Mitos Pertemuan Nyi Roro Kidul - Panembahan Senopati

Berikut dikutipkan bagian isi Prasasti Pucangan (Colcatta Stone) yang menceritakan petaka besar yang menimpa kerajaan Mdang di Wwatan pada waktu itu. Peristiwanya terjadi pada tahun 938 Saka atau 1016 Masehi. 

"pralaya rin yawadwipa i rikan sakakala 939 ri pralaya haji Wurawari maso mijil sanke lwaram ekarnawa rapanikan sayawadwipa rilankala, akweh sira wwan mahawisesa pjah karuhun samanankana dwasa sri maharaja dewata pjah lumah rin san hyan dharma parhyangan i wwatan rin citramasa sakakala 939 skan wala."

Terjemahan umum menurut Agus Santosa di buku Arjunawiwaha adalah sebagai berikut. "pralaya atau petaka di tanah Jawa terjadi tahun 938 Saka karena serangan raja Wurawari yang datang menyerbu dari Lwaram, seluruh pulau Jawa tampak bagaikan lautan (susu). Banyak orang penting gugur, khususnya juga waktu itu sri maharaja gugur dan dimakamkam di candi suci di Wwatan pada bulan Caitra tahun 938 Saka."

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved