Gunungkidul
Disbud Gunungkidul Lestarikan Macapat dengan Lakukan Pelatihan
Kegiatan pelatihan tahap ke dua lebih menyasar generasi muda melalui pelatihan pada tingkat SD hingga SMA.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Agar tetap lestari, Dinas Kebudayaan Gunungkidul menggalakkan pelatihan macapat di masyarakat.
Seperti pelatihan yang digelar di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang yang berhasil menggaet kurang lebih 25 orang dengan berbagai usia.
Menurut Kepala Bidang Sejarah, Bahasa dan Sastra, Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Sigit Pramudianto, pada tahap pertama ini pihaknya membidik masyarakat dengan semua usia.
Baca: 8 Langkah Mudah Quick and Fresh Make Up Look dari Emina Cosmetics
"Dinas Kebudayaan mempunyai tugas membina, melestarikan, dan mengawasi, pelatihan macapat merupakan unsur pembinaan. Saat ini orang yang bisa macapat identik dengan orang tua. Harapan ke depan tembang macapat bisa dipahami oleh para generasi muda," ucapnya pada Tribunjogja.com, Jumat (29/3/2019).
Sigit mengatakan, kegiatan pelatihan tahap ke dua lebih menyasar generasi muda melalui pelatihan pada tingkat SD hingga SMA.
Diharapkan dengan menggelar pelatihan di tingkat sekolah, lanjutnya, ke depannya dapat meregenerasi penembang macapat.
"Kali ini sebagian berusia lanjut, ke depan kami akan fokus ke anak-anak muda. Kami redesain tahap 2 bulan. Juli 2019 sasaran kami kita adalah sekolah-sekolah, yaitu pelatihan macapat bagi SD hingga SMA/SMK. Kita akan lakukan MoU dengan masing-masing sekolah untuk melakukan pelatihan macapat. Ke depannya target kami tiap sekolah ada 50 peserta akan kita agendakan ke sepuluh sekolah itu SD hingga SMA/SMK," paparnya.
Baca: Pemkab Gunungkidul Lakukan Verifikasi dan Validasi terhadap Penerima PKH
Menurutnya, saat ini sudah banyak sekolah yang telah meminta untuk pelatihan karena sebagan besar sudah menerapkan sekolah berbasis budaya.
Sedangkan untuk mencari tempat dan peserta dirasa tak akan mengalami kesulitan.
Sigit menambahkan untuk menarik minat anak-anak sekolah, maka akan diberikan sertifikat atau piagam.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan menggelar lomba macapat pada tiap tingkat satuan pendidikan dan juga diberikan uang pembinaan.
"Kegiatan macapat bukan hanya untuk melestarikan tapi juga menarik masyarakat agar mencintai budaya tradisional," imbuhnya.
Baca: Kajian Masih Dibutuhkan untuk Kelola Sungai Bawah Tanah di Gunungkidul
Sementara itu, seorang peserta pelatihan macapat, Winarsih (38) menuturkan bahwa dirinya ikut serta karena ingin mendalami Bahasa Jawa karena selama ini Bahasa Jawa dinilai sebagai bahasa yang sulit.
"Motivasi saya mengikuti pelatihan supaya saya tahu arti Bahasa Jawa yang ada pada tembang macapat dan kedepannya jika sudah sedikit mengusai akan saya tularkan ke teman-teman, tetangga, dan juga keluarga saya" ucapnya.
Ia mengakui sulit menghafal tembang-tembang macapat dikarenakan bahasa yang digunakan asing dengan Bahasa Jawa sehari-hari.
"Harapan saya ke depan pelatihan ini tidak hanya di tingkat desa saja tetapi juga dapat masuk ke tingkat yang lebih bawah seperti RT/RW. Kalau bisa juga pelatihan ini masuk ke karangtaruna karena anak-anak muda sudah banyak yang meninggalkan bahasa jawa mereka lebih senang, menggunakan Bahasa Indonesia," pungkasnya.(*)