KOLOM 52

Mampukah Danais Rp1 T Menyelamatkan Bahasa Jawa?

Dana tersebut pertama kali dicairkan pada 2013 dan terus bertambah setiap tahunnya.

Penulis: ufi | Editor: Muhammad Fatoni
ist
ilustrasi 

SEJAK diberlakukannya UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, pemerintah pusat menggelontorkan Dana Keistimewaan yang langsung dikelola oleh Pemda DIY di luar skema APBD.

Dana tersebut pertama kali dicairkan pada 2013 dan terus bertambah setiap tahunnya.

Untuk tahun pertama, Pemda DIY menerima kucuran Danais sebesar Rp231 miliar, tahun 2014 Rp523,8 miliar, dan tahun 2015 Rp547,5 miliar.

Selanjutnya tahun 2016 Pemda DIY menerima Rp574 miliar dan terakhir pada 2017, Pemda DIY menerima Rp853,90 miliar.

Besaran kucuran dana dari pusat terkait status keistimewaan DIY ini terus bertambah.

Pada 2018 mendatang, sudah dipastikan DIY akan memperoleh kucuran Dana keitimewaan sebesar Rp1 triliun.

Terhitung hingga 2017, DIY telah menikmati Dana Keitimewaan sebesar Rp2,6 triliun. Namun apakah dana yang tidak kecil tersebut sudah dirasakan oleh warga DIY?

Jangankan merasakan, untuk mengakses informasi terkait penggunaan dana ini saja, tampaknya warga DIY mengalami kesulitan.

Tidak bermasksud untuk menggugat penggunaan dana tersebut. Namun yang jelas setelah dana tersebut terkucur Rp2,6 triliun, Danais yang kita terima seakan tak menjadi apa-apa.

Namun dana tersebut benar-benar ada, jadi di saat warga yang lain tak bisa mengakses, maka tentu ada pihak-pihak yang hingga saat ini menikmati dana tersebut.

Bahkan selama 5 tahun menerima kucuran dana yang penggunaanya relatif leluasa, Pemda DIY seakan tak peduli dengan ancaman akan kehilangan Bahasa Jawa untuk generasi berikutnya.

Saat ini, anak-anak kita sudah merasa bahwa Bahasa Jawa adalah bahasa yang asing di telinga mereka.

Anak-anak kita tak lagi mengenal bahasa jawa. Anak-anak kita lebih akrab menggunakan bahasa Indonesia untuk komunikasi sehari-hari dan bahkan merasa lebih familier bahasa Inggris dibanding bahasanya sendiri.

Kenapa Danais sebanyak itu seperti tak peka dengan terkikisnya budaya kita secara nyata? Padahal dengan dana sebesar itu, bukan hal yang sulit untuk kembali menjadikan Bahasa Jawa menjadi tuan rumah di Yogyakarta yang konon disebut sebagai ibukotanya budaya Jawa.

Selama ini dunia pendidikan kita sudah abai dan mengesampingkan pelajaran Bahasa Jawa untuk anak-anak kita. Pelajaran Bahasa Jawa seperti sekadar formalitas untuk memenuhi jam pelajaran, tanpa target dan ukuran keberhasilan yang jelas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved