Kisah Inspiratif

Kisah Eva Lanjutkan Usaha Djadjanan Pak Darso Pasar Beringharjo Yogyakarta

Djadjanan Pak Darso berdiri sejak 1997 dan dikenal sebagai jajanan pasar legend depan Pasar Beringharjo, Malioboro.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
MG Shafira Puti Krisnintya
Penampakan live cooking menu putu di lapak Djadjanan Pak Darso cabang Lempuyangan, Minggu (16/11/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM - Aneka jajanan pasar yang dijajakan Djadjanan Pak Darso pernah menjadi bagian dari ramainya trotoar depan Pasar Beringharjo.

Harum wangi khas jajanan pasar menarik minat orang-orang yang berlalu lalang di area Malioboro pada masanya.

Aneka macam jajanan pasar yang ditawarkan Djadjanan Pak Darso meliputi lumpia, onde-onde, putu, klepon, dan cenil.

Pasca relokasi ke Teras Malioboro yang sedikit banyak menggerus omzet penjualan, Eva (33) sebagai generasi kedua mencoba berbagai cara untuk melanjutkan tongkat estafet kedua orang tuanya.

Eva mulai turut menekuni usaha Djadjanan Pak Darso pada 2010. Pasca kepergian sang pemilik usaha, Djadjanan Pak Darso kemudian dilanjutkan oleh Eva dan ibunya serta dibantu oleh beberapa karyawan.

Tampak Belakang Djadjanan Pak Darso
Eva dan karyawan tengah melayani pembeli di lapak Djadjanan Pak Darso cabang Lempuyangan, Minggu (16/11/2025).

Djadjanan Pak Darso berdiri sejak 1997 dan merupakan usaha mandiri milik Pak Darso dan istri.

Lapak depan Pasar Beringharjo diperoleh atas tawaran dari teman-temannya yang bekerja di area Malioboro.

Sejak saat itu, Djadjanan Pak Darso dikenal sebagai jajanan pasar legend yang berada di depan Pasar Beringharjo.

Mereka bertahan di sana selama kurang lebih dua dekade sebelum akhirnya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendirikan Teras Malioboro dan merelokasi seluruh pedagang kaki lima di area Malioboro kesana, termasuk Djadjanan Pak Darso.

Eva mengaku, relokasi ke Teras Malioboro menjadi tantangan paling berat setelah ia mengambil alih usaha Djadjanan Pak Darso.

“Setelah kita direlokasi itu dari omzet menurunnya langsung drastis. Jadi ya hitungannya kayak harus merangkak lagi,” ungkap Eva.

Baca juga: Luncurkan 156 Event Pariwisata di Teras Malioboro, Kalsel Curi Perhatian Pelancong Jogja

Eva bercerita, tujuan didirikannya Djadjanan Pak Darso di area Malioboro memang untuk menggaet wisatawan. 

Oleh karena itu, relokasi ke Teras Malioboro berdampak pada berkurangnya wisatawan yang datang membeli jajanan pasar mereka.

Salah satu langkah yang ditempuh oleh Eva adalah memaksimalkan lokasi cabang yang berada di depan Pasar Lempuyangan dan Jalan Imogiri Barat.

Cabang Lempuyangan sendiri telah berdiri sejak 2006 dan sudah memiliki banyak pelanggan setia, sementara cabang Imogiri Barat baru dibuka setelah relokasi Teras Malioboro.

Adanya relokasi ke Teras Malioboro tetap membawa dampak positif yang membuat para pedagang kaki lima memperoleh banyak kesempatan kolaborasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM DIY.

“Ya memang ada plus minus-nya ya kita direlokasi, kita jadi dirangkul sama Dinas Koperasi, jadi bisa ikut event-event begitu. Jadi termotivasi lagi, nyari inovasi, terus kenal sama banyak UMKM lain gitu,” ujar Eva.

Djadjanan Pak Darso juga bekerja sama dengan banyak tempat katering snack yang kemudian dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperluas pasar.

Selain itu, hadirnya beberapa content creator yang datang meliput turut membantu meningkatkan exposure Djadjanan Pak Darso ke khalayak luas.

Eva menuturkan, daya tarik Djadjanan Pak Darso salah satunya karena menghadirkan live cooking khususnya untuk menu putu dan onde-onde.

“Kalau lumpia itu tinggal nggoreng. Kalau bahan-bahan lain seperti untuk klepon, cenil itu setiap hari kita kerjakan dari pagi,” tambahnya.

Eva dan karyawan tengah melayani pembeli di lapak Djadjanan Pak Darso cabang depan Pasar Lempuyangan, Yogyakarta, Minggu (16/11/2025).
Eva dan karyawan tengah melayani pembeli di lapak Djadjanan Pak Darso cabang depan Pasar Lempuyangan, Yogyakarta, Minggu (16/11/2025). (MG Shafira Puti Krisnintya)

Sejak awal berdiri, harga menu-menu jajanan selalu disesuaikan dengan harga bahan baku di pasar.

Namun hingga saat ini pun harga menu Djadjanan Pak Darso masih terjangkau murah di bawah 5 ribu rupiah.

Lumpia dan onde-onde menjadi menu favorit yang banyak dipesan, baik oleh pembeli yang membeli di tempat maupun pembeli yang memesan untuk kebutuhan acara khusus.

Baca juga: Kisah Sepasang Suami Istri Puluhan Tahun Jualan Carabikang di Pasar Prawirotaman Jogja

Djadjanan Pak Darso buka dari jam 3 sore hingga 9 malam.

Untuk cabang Lempuyangan, tidak jarang dagangan mereka sudah habis sebelum jam 9.

“Jam-jam rame itu dari jam 4 sampai maghrib, kadang sampai jam 7. Seringnya disini sudah langganan, atau orang-orang pulang kerja pada mampir beli,” kata Eva.

Lumpia Djadjanan Pak Darso
Lumpia, jajanan favorit di Djadjanan Pak Darso, setelah diangkat dari penggorengan, Minggu (16/11/2025).

Suka duka tentunya mengikuti perjalanan Eva melanjutkan warisan cita rasa tradisional Djadjanan Pak Darso.

Beberapa kali ia bertemu dengan pelanggan yang sudah mengenal usaha itu sejak masa awal berjualan.

“Ada itu yang kalau ketemu saya itu mesti cerita, ada bapak-bapak sudah sepuh, mesti dia bercerita. ‘Saya dulu langganannya bapak lho, sampai sekarang masih kesini,’” ucap Eva sambil tersenyum.

Di tengah pasang surut perjalanan usahanya, Eva hanya berharap agar orang-orang tidak pernah bosan menikmati jajanan pasar tradisional.

Baginya, apresiasi sederhana dari pembeli dapat menjadi semangat baru untuk terus mencari ide kreasi dan menjaga rasa yang diwariskan orang tuanya. 

Setiap pembeli yang kembali akan menjadi pengingat bahwa Djadjanan Pak Darso akan terus menemani siapa pun yang mencari kehangatan lewat jajanan tradisional.

(MG Shafira Puti Krisnintya)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved