Mengenal Amicus Curiae di Tengah Praperadilan Nadiem Makarim dan Kasus Chromebook

Istilah hukum, amicus curiae merupakan pihak yang berkepentingan terhadap suatu perkara dan memberikan pandangan hukum tanpa terlibat

KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim bersama JUMPA PERS : Pengacara Hotman Paris angkat bicara pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek dalam konferensi pers di The Darmawangsa Jakarta, Selasa (10/6/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM - Sebanyak 12 tokoh antikorupsi ikut menyampaikan pendapat hukum sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.


Pendapat hukum tersebut diajukan dalam perkara praperadilan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025).

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan amicus curiae dan bagaimana praktiknya di Indonesia?

Tujuan Amicus Curiae

Dilansir Tribunjogja.com dari laman Kompas.com, dari istilah hukum, amicus curiae merupakan pihak yang berkepentingan terhadap suatu perkara dan memberikan pandangan hukum tanpa terlibat langsung sebagai pihak berperkara. 

Para amici tidak memiliki kewenangan memaksa hakim, melainkan sebatas memberikan masukan.

"Amicus curiae ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada hakim ketua Yang Mulia perihal hal-hal penting yang seharusnya diperiksa dalam proses praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka," ujar Arsil, peneliti senior di Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), yang juga menjadi salah satu dari 12 amici tersebut.

12 Tokoh Pengusul Pendapat Hukum

Berikut daftar lengkap tokoh yang turut mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam praperadilan Nadiem Makarim:

1. Amien Sunaryadi, Pimpinan KPK periode 2003–2007

2. Arief T Surowidjojo, pegiat antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)

3. Arsil, peneliti senior LeIP

4. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi dan juri Bung Hatta Anti-Corruption Award

5. Erry Riyana Hardjapamekas, Pimpinan KPK periode 2003–2007

6. Goenawan Mohamad, penulis dan pendiri majalah Tempo

7. Hilmar Farid, aktivis dan akademisi

8. Marzuki Darusman, Jaksa Agung periode 1999–2001

9. Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011–2014

10. Natalia Soebagjo, anggota International Council of Transparency International

11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat

12. Todung Mulya Lubis, pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW)

“Pendapat hukum ini tidak secara khusus hanya kami tujukan untuk perkara ini semata, namun juga untuk pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum demi tegaknya prinsip fair trial dalam penegakan hukum di Indonesia,” jelas Arsil.

Baca juga: Pemanfaatan 276 Chromebook Bantuan Pusat di DIY Tersendat, Disdikpora Tunggu Arahan Pemerintah Pusat

Latar Kasus: Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook

Nadiem Makarim sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah ditemukan sejumlah pelanggaran aturan dalam proses pengadaan.

"Ketentuan yang dilanggar, satu, Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2021," ujar Nurcahyo dalam konferensi pers, Kamis (4/9/2025).

Selain itu, Nadiem juga diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 mengenai Pedoman Perencanaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1.980.000.000.000. Yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP," tambah Nurcahyo.

Fokus Sidang: Uji Sah Penetapan Tersangka

Sidang praperadilan ini menjadi sorotan karena akan menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim

Para tokoh antikorupsi yang bertindak sebagai amicus curiae berharap pandangan hukum mereka dapat membantu hakim dalam menjaga prinsip keadilan dan transparansi dalam proses hukum.

Pengertian Amicus Curiae

Dilansir Tribunjogja.com dari laman hukumonline.com, secara etimologis, amicus curiae berasal dari bahasa Latin yang berarti “friend of the court” atau sahabat pengadilan.


Menurut Black’s Law Dictionary, amicus curiae adalah seseorang yang bukan pihak dalam gugatan, tetapi mengajukan permohonan atau diminta oleh pengadilan untuk memberikan pernyataan hukum karena memiliki kepentingan atau keahlian dalam pokok perkara.

Mengutip artikel Menjadi Amicus Curiae di MK, Ini Fungsi dan Dasar Hukumnya, amicus curiae bisa berupa individu atau organisasi profesional yang bukan pihak dalam suatu perkara, namun memiliki kepedulian terhadap isu yang sedang disidangkan.


Pihak ini memberikan pandangan hukum secara tertulis atau lisan untuk membantu majelis hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.


Namun, keterlibatannya hanya sebatas opini, bukan bentuk perlawanan hukum.

Sejarah dan Perkembangan Amicus Curiae di Dunia

Konsep amicus curiae pertama kali muncul pada awal abad ke-9 dalam praktik pengadilan Romawi Kuno.


Gagasan ini kemudian berkembang pesat di negara-negara bertradisi common law seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang menjadikannya bagian penting dalam sistem peradilan modern.

Memasuki akhir abad ke-20, penggunaan amicus curiae semakin meluas di berbagai pengadilan dunia. 

Peran pihak ketiga independen dianggap penting untuk membantu hakim memperoleh perspektif yang lebih luas sebelum menjatuhkan putusan.

Dasar Hukum Amicus Curiae di Indonesia

Meski belum diatur secara eksplisit, praktik amicus curiae di Indonesia memiliki dasar normatif dalam beberapa peraturan perundang-undangan.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Penjelasan pasal tersebut menegaskan agar setiap putusan hakim selaras dengan nilai hukum dan keadilan sosial.

Selain itu, Pasal 180 ayat (1) KUHAP juga memberikan ruang bagi hakim untuk meminta keterangan ahli atau bahan baru guna memperjelas perkara yang sedang disidangkan. 

Meskipun begitu, pasal ini tidak secara langsung menjadi landasan hukum amicus curiae, melainkan menunjukkan pengakuan terbatas terhadap partisipasi publik dalam proses peradilan.

Apa Tujuan dan Fungsi Amicus Curiae?

Tujuan utama amicus curiae adalah membantu hakim dalam menemukan dan menafsirkan hukum saat memutus perkara.

Pandangan hukum yang disampaikan berfungsi sebagai pertimbangan tambahan, bukan sebagai dasar keputusan yang mengikat.

Pendapat yang diserahkan oleh amicus curiae bersifat tidak mengikat, sehingga hakim bebas mempertimbangkan apakah akan menggunakannya atau tidak. Meski demikian, keberadaan amicus curiae mencerminkan nilai-nilai keadilan dan partisipasi publik dalam penegakan hukum.

Dengan adanya pandangan dari pihak ketiga yang independen, hakim diharapkan memiliki sudut pandang yang lebih komprehensif dalam memahami aspek sosial, hukum, dan moral dari suatu perkara.

Praktik Amicus Curiae di Indonesia

Dalam praktiknya, amicus curiae di Indonesia biasanya disampaikan dalam bentuk surat pendapat hukum atau amicus brief.

Pendapat tersebut dapat diminta langsung oleh pengadilan, atau diajukan secara sukarela oleh pihak yang berkepentingan.

Beberapa contoh penerapan amicus curiae di Indonesia antara lain:

  • Koalisi Perempuan Indonesia menjadi amicus curiae dalam uji materi KUHP di Mahkamah Konstitusi dengan perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016.
  • Keterlibatan amicus curiae juga muncul dalam perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden (PHPU) yang mengacu pada Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 yang kemudian diubah dengan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2024.

Meski belum memiliki landasan yuridis tegas, peran amicus curiae di Indonesia dipandang sebagai bagian dari praktik penegakan hukum progresif.


Kehadiran pendapat hukum publik ini memungkinkan hakim mengambil keputusan yang lebih transparan, berkeadilan, dan sesuai dengan nilai demokrasi.

Jadi,  Amicus curiae merupakan mekanisme partisipasi publik dalam sistem peradilan.


Melalui pandangan hukum yang bersifat netral dan independen, sahabat pengadilan berperan membantu hakim melihat suatu perkara secara lebih luas.


Di tengah dinamika hukum nasional, eksistensi amicus curiae menjadi salah satu wujud penguatan prinsip keadilan dan keterbukaan hukum di Indonesia.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved