Tuai Pro dan Kontra, Ini Pertimbangan Pemerintah Anugerahi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Penganugrahan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2 RI Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto memicu pro kontra.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
ist
Pengunduran diri Presiden Soeharto yang mengawali masa reformasi Indonesia 
Ringkasan Berita:
  • Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto oleh Presiden Prabowo memicu pro-kontra: sebagian menilai layak, sebagian menolak.
  • Pemerintah melalui Dewan GTK menilai jasa Soeharto sejak masa perjuangan kemerdekaan, pembangunan ekonomi, pendidikan, dan penghentian G30S/PKI.
  • Fadli Zon menegaskan prosesnya panjang, tanpa masalah hukum, dan tidak ada bukti kuat soal dugaan korupsi atau pelanggaran HAM.
 

 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA  - Penganugrahan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2 RI Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto memicu pro kontra.

Sebagian pihak menganggap Presiden Soeharto layak untuk mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional.

Sementara sejumlah pihak lainnya menganggap bahwa Presiden Soeharto tidak layak mendapatkan gelar itu.

Terus apa pertimbangan pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto?

Dikutip dari Kompas.com, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon mengungkapkan pemerintah mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memutuskan untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto.

Keputusan itu dibuat melalui proses yang cukup panjang dan mendalam.

"Saya kira tidak ada yang hal-hal seperti itu teknis sekali ya," kata Fadli, usai acara penganugerahan 10 Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025) dikutip dari Kompas.com.

Menurut politisi Partai Gerindra tersebut, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah mempertimbangkan banyak hal sebelum menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto.

Baca juga: Hari Pahlawan, Purnawirawan TNI di Jogja Tegaskan Penyimpangan Konstitusi Adalah Pengkhianatan

Mulai dari jasa-jasanya di awal kemerdekaan hingga jasanya membangun Indonesia selama pemerintahannya. 

 "Maksudnya yang terkait dengan jasa-jasa Pak Harto, yang terkait dengan perjuangan Pak Harto dalam hal ini sudah dikaji antara lain itu Serangan Umum 1 Maret, beliau ikut pertempuran di Ambarawa, ikut pertempuran 5 hari di Semarang, menjadi komandan operasi Mandala perebutan Irian Barat ya," ujar Fadli.

"Dan juga kiprah Presiden Soeharto dalam pembangunan 5 tahunan yang saya kira tadi juga sudah dibacakan, telah membantu di dalam pengentasan kemiskinan, memperbaiki ekonomi, apalagi ketika itu kita mengalami inflasi yang luar biasa sampai 600-an persen, pertumbuhan juga minus ya," sambung dia.

Kemudian pertimbangan lainnya terkait dengan program pembangunan sekolah di Tanah Air serta menghentikan Gerakan September PKI.

 "Jadi, banyak sekali, termasuk pendirian sekolah-sekolah yang luar biasa dan juga pada waktu itu menghentikan pemberontakan yang dilakukan melalui Gerakan 30 September PKI," ujar dia.

Dalam kesempatan ini, ia juga menyatakan tidak ada bukti yang membenarkan dugaan soal keterlibatan Soeharto dalam kasus korupsi maupun pelanggaran HAM berat.

"Ya tadi seperti Anda bilang, kan namanya dugaan. Iya, dugaan itu kan tidak pernah terbukti juga," ungkap dia.

Fadli memastikan penetapan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional sudah diproses dari akar rumput, tingkat daerah, hingga pemerintah pusat.

"Sebagaimana itu dari bawah tadi, sudah melalui suatu proses. Tidak ada masalah hukum, tidak ada masalah hal-hal yang lain," kata dia. 

Adapun Presiden RI Prabowo Subianto resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto di Istana Negara, Jakarta, Senin pagi.

Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2025.

Selain Soeharto, ada 9 tokoh lain yang mendapat gelar Pahlawan Nasional, termasuk aktivis buruh, Marsinah.

Berikut daftar lengkapnya : 

  1. K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
  2.  Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto
  3. Marsinah
  4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo
  7. Sultan Muhammad Salahuddin
  8. Syaikhona Muhammad Kholil
  9. Tuan Rondahaim Saragih
  10. Zainal Abidin Syah

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved