KGPAA Purboyo Bersumpah di Atas Watu Gilang Jelang Jumenengan SISKS PB XIV

Sebelum melakoni ritual prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS PB XIV disebut juga sudah bersumpah di atas Watu Gilang.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNSOLO.COM/Andreas Chris
TEMPAT IKRAR RAJA - Watu Gilang, batu yang disebut sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Disebut sebagai lokasi semua raja Keraton Solo mengikrarkan diri sebagai penerus kerajaan. 
Ringkasan Berita:
  • KGPAA Purboyo mengikrarkan diri sebagai SISKS PB XIV setelah lebih dulu bersumpah di atas Watu Gilang, batu sakral pewaris Majapahit yang menjadi simbol legitimasi raja Keraton Solo.
  • KGPH Benowo menegaskan sumpah di Watu Gilang merupakan syarat sah suksesi raja dan menantang pihak lain yang mengklaim tahta untuk melakukan hal yang sama.
  • Benowo menyebut dualisme raja adalah dinamika lama, dan penentuan penerus tahta sepenuhnya merupakan hak raja sebelumnya.
 

 

 

TRIBUNJOGJA.COM, SOLO - Putra Mahkota KGPAA Purboyo mengikrarkan diri sebagai raja baru SISKS PB XIV melalui prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV.

Sebelum melakoni ritual prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV disebut juga sudah bersumpah di atas Watu Gilang.

Sebagai informasi, Watu Gilang merupakan batu yang diwariskan turun temurun di Keraton Solo dan diletakkan di Sitinggil.

Batu tersebut dipercaya ada sejak kerajaan Majapahit.

Batu ini berukuran cukup besar berbentuk persegi yang berada di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta.

Batu ini memiliki fungsi simbolis sebagai tempat pengukuhan atau sumpah para pejabat dan abdi dalem pada masa lalu.

Watu Gilang dianggap sakral karena menjadi saksi legitimasi kekuasaan dan komitmen moral para pemimpin, sehingga posisinya dihormati sebagai bagian penting dari tradisi dan tata upacara keraton.

Soal sumpah KGPAA Purboyo di atas Watu Gilang ini disampaikan langsung oleh Adik mendiang raja Keraton Kasunanan Solo SISKS Pakubuwono (PB) XIII, KGPH Benowo.

KGPH Benowo sendiri hadir dalam Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV yang digelar di Keraton Surakarta pada Sabtu (15/11/2025) siang.

Kehadiran mengisyaratkan bentuk dukungannya terhadap KGPAA Purboyo mengikrarkan diri sebagai raja baru SISKS PB XIV.

"Jadi begini, kemarin itu Sinuhun yang ini sudah mengirarkan diri menjadi pengganti Pakubuwono XIII. Di sini di watu Gilang, itu dibawa dari Majapahit. Jadi kalau mengucap sumpah harus di atas itu, ini bukan main-main, saya nggak berani,"

"Dia menetapkan kembali, mengukuhkan kembali bahwa dia menggantikan ayahandanya sebagai Pakubuwono XIV di watu Gilang itu, bukan di tempat lain," kata Benowo.

Ia pun menantang siapa saja yang merasa menjadi raja Keraton Solo untuk berani bersumpah di atas Watu Gilang.

"Kalau berani di sini ya Monggo, berarti taruhannya itu tadi, sakit atau mati. Nyawa taruhannya, itu tidak main-main lihat saja kalau tidak percaya," urainya.

Bukan tanpa alasan, Benowo menegaskan bahwa semua raja Keraton Solo memang sejak berdirinya kerajaan selalu berikrar di atas Watu Gilang.

"Iya, watu Gilang itu. (Semua raja di sini) Iya. Di keraton pun ada tempatnya sendiri, tidak bisa di sasana sewaka, tidak bisa sasana handrawina, tidak bisa di dalem Ageng Probo Suyoso. Tidak bisa, resminya ini," jelasnya.

Ia pun menantang sosok lain yakni KGPH Hangabehi atau Mangkubumi yang beberapa waktu lalu mengikrarkan diri sebagai PB XIV untuk bersumpah di atas Watu Gilang.

Namun demikian, Benowo menegaskan bahwa apabila nekat melakukan hal tersebut maka pihak yang mengikrarkan diri harus menanggung resiko.

"Kalau nanti yang satunya berani di sini ya Monggo silahkan, kita tidak melarang. Saya sudah ngomong pada saudara-saudaranya silahkan kalau mau mengikrarkan diri di situ ya Monggo. Kalau ada apa-apa ya tanggung sendiri," ucapnya.

Benowo menguraikan bahwa dalam sejarah suksesi penerus raja Keraton Solo memang selalu muncul dinamika.

Termasuk dinamika dualisme raja seperti yang kini terjadi.

Namun demikian, Benowo menegaskan bahwa sosok yang dipilih menjadi raja atau penerus tahta Keraton Solo tidak selalu anak laki-laki pertama raja sebelumnya.

Hal itu juga yang dialami oleh PB X dan ayah Benowo, PB XII kala naik tahta dulu.

"Di depan tadi saya sudah bilang, dari dulu pasti ada cocok dan tidak cocok. Pasti ada tandingan-tandingan, apalagi dia (Hangabehi) merasa lebih tua. Tapi lebih tua bukan berarti harus jadi raja. Contohnya bapak saya bukan yang tertua, anak bontot. Pakubuwono X juga, bukan yang tertua," ungkap Benowo.

Dalam penentuan penerus tahta kerajaan, Benowo menegaskan bahwa hal tersebut merupakan hak raja sebelumnya.

"Jadi terserah bapaknya, yang dipilih itu aku (saja) tidak bisa membujuk. Kenapa yang dipilih itu, ya itu urusannya (raja sebelumnya) dengan Tuhan," tegas dia.

Artikel ini sudah tayang di Tribun Solo

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved