Delegasi Asia Afrika Belajar Batik di ISI Yogyakarta
Para delegasi negara peserta Konferensi Asia Afrika berkunjung ke ISI Yogyakarta untuk belajar warisan budaya Indonesia, Senin (3/11/2025)
Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:Para delegasi negara peserta Konferensi Asia Afrika berkunjung ke ISI Yogyakarta untuk belajar warisan budaya IndonesiaBatik jadi satu warisan budaya yang dipelajari para delegasi di kampus ISI Yogyakarta
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Suasana hangat tampak di Jurusan Kriya, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Senin (3/11/2025).
Para delegasi dari berbagai negara peserta Peringatan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 berkunjung ke kampus seni itu untuk mengenal lebih dekat kekayaan warisan budaya Indonesia, salah satunya melalui workshop batik dan jumputan.
Kunjungan tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan delegasi di Yogyakarta.
Di ruang praktik Kriya Tekstil, para tamu dari berbagai negara seperti India, Afrika Selatan, Jerman, Italia, Hungaria dan Prancis terlihat antusias mencoba membuat batik dengan berbagai teknik, mulai dari batik cap hingga jumputan.
Dalam sesi praktik, para peserta mempelajari batik cap, yaitu teknik membatik dengan cara menempelkan pola lilin menggunakan cap atau stempel logam bermotif.
Proses ini memungkinkan pembentukan pola yang lebih cepat dan berulang dibandingkan batik tulis.
Setelah itu, mereka juga dikenalkan dengan teknik jumputan yang menggunakan ikatan kain sebagai perintang warna.
Staf pengajar Jurusan Kriya ISI Yogyakarta, Isbandono Hariyanto, menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi sarana memperkenalkan batik sebagai warisan budaya yang terus hidup dan berkembang.
“Batik menjadi sesuatu yang menarik bagi delegasi karena telah diakui dunia sebagai warisan budaya adiluhung yang tetap terjaga hingga kini,” ujarnya.
Ia menambahkan, ISI Yogyakarta berperan penting dalam menjaga tradisi batik melalui pendidikan dan inovasi.
Jurusan Kriya, terutama bidang Kriya Tekstil, menjadikan batik sebagai salah satu unggulan, sementara Program Studi D4 Desain Mode Kriya Batik turut berfokus pada pengembangan busana berbasis batik.
“Tantangannya ada pada regenerasi, bagaimana generasi muda bisa menjaga warisan ini tetap lestari. Syukurlah, minat terhadap batik di ISI semakin meningkat karena banyak inovasi yang membuat batik tidak lagi terbatas pada kain panjang, tapi juga merambah busana dan interior,” jelasnya.
Salah satu peserta dari Jerman, Jan Niklas Huhn, mengaku terkesan dengan pengalaman pertamanya membuat batik.
Ia sebelumnya mengenal batik karena pernah berkunjung ke Indonesia, selain itu ia mengetahui batik dari teman-teman asal Indonesia saat belajar di Belanda.
“Saya tahu batik dari mereka, tapi belum pernah membuatnya sendiri. Ini pengalaman baru karena sangat berbeda dengan tie dye yang pernah saya coba di sekolah,” tuturnya.
Bagi ISI Yogyakarta, kegiatan ini bukan sekadar pertemuan lintas budaya, tetapi juga langkah memperluas pemahaman global tentang nilai seni dan filosofi batik.
Melalui interaksi langsung seperti ini, diharapkan para delegasi dapat membawa cerita tentang batik Indonesia ke negara masing-masing dan memperkuat jalinan persahabatan antarbangsa yang telah dimulai sejak Konferensi Asia-Afrika 1955.(*)
| Batik Tak Sekadar Kain: Cerita Tentang Nilai, Proses, dan Tanggung Jawab Generasi Z |
|
|---|
| Menembus Batas, JMMK ke-17 ISI Yogyakarta Hadirkan Kolaborasi Global Sepuluh Negara |
|
|---|
| Ada Batik Festival di Kota Magelang Besok Minggu, Simak Rekayasa Lalu Lintasnya |
|
|---|
| Wanita Asal Gunungkidul Sukses Perkenalkan Batik hingga ke Jepang |
|
|---|
| Berbagi Keterampilan Batik untuk Kemandirian Penyandang Disabilitas |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.