Sidang Pleidoi Kecelakaan Maut Palagan, Christiano Tarigan Kena Sanksi Sosial Kematian Argo Ericko

Terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Argo Ericko Achfandi, Christiano Tarigan, membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Negeri

Dok. Istimewa
Sidang Pleidoi Kecelakaan Maut Palagan, Christiano Tarigan Kena Sanksi Sosial Kematian Argo Ericko 

TRIBUNJOGJA.COM – Terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Argo Ericko Achfandi, Christiano Tarigan, membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (28/10/2025). 

Dalam pembelaannya, mahasiswa tersebut menyatakan hidupnya berubah total dan harus menanggung sanksi sosial yang berat sejak peristiwa di Jalan Palagan, Yogyakarta, pada 24 Mei lalu.

“Sejak kecelakaan itu terjadi, saya harus menanggung sanksi sosial yang berat,” ucapnya. 

Tuduhan sebagai pembunuh, pemabuk, pengendara ugal-ugalan, bahkan kabur dari tempat kejadian, telah menempel kuat dalam pandangan publik. 

“Berita-berita yang tidak sesuai dengan kenyataan membuat nama baik saya tercoreng dan memengaruhi kehidupan sosial saya,” lanjutnya, di hadapan majelis hakim yang dipimpin Irma Wahyuningsih.

Christiano mengungkap, dampak tuduhan itu bukan hanya menghancurkan masa depannya, tapi juga mengguncang keluarganya.

Ia kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan ke Universitas Groningen, Belanda, yang semula dijadwalkan Agustus hingga Desember tahun ini. 

Baca juga: Viral Keluarga Christiano Tarigan Buka Suara di Medsos Terkait Kecelakaan Maut BMW di Palagan

“Sanksi sosial ini tidak hanya saya rasakan secara pribadi, tetapi juga berdampak pada keluarga saya yang ikut menanggung beban moral dan tekanan dari lingkungan sekitar,” katanya lirih.

Anak kedua dari tiga bersaudara itu sempat menceritakan tanggung jawab besarnya di keluarga. Kakaknya memiliki kebutuhan khusus, sementara adiknya tengah menempuh studi di Universitas Indonesia. 

“Sebagai anak laki-laki yang dituakan, saya memikul tanggung jawab besar terhadap keluarga,” ujarnya.

Meski menghadapi tekanan, Christiano tetap menyampaikan penyesalan mendalam atas peristiwa yang merenggut nyawa Argo. Ia mengatakan keluarganya telah berulang kali berusaha meminta maaf secara langsung, namun belum mendapat kesempatan bertemu. 

“Saya memohon diberi ruang untuk memperbaiki diri,” katanya.

Dalam sidang itu, Christiano juga menegaskan bahwa kecelakaan tersebut bukan karena niat atau kelalaiannya. 

“Sesaat setelah kecelakaan, saya tidak melarikan diri. Saya menghampiri korban, memeriksa keadaannya, dan mencari pertolongan,” ujarnya. 

Ia menambahkan, dirinya bahkan ikut memastikan proses pemulasaraan jenazah dan membantu keluarga korban dalam pemulangan.

“Banyak yang mengatakan keadilan tidak berpihak pada saya, tapi saya percaya Tuhan memberi ujian agar saya belajar lebih kuat dan bertanggung jawab,” ucapnya, menutup pleidoinya.

Sementara itu, tim penasihat hukum yang dipimpin Achiel Suyanto menilai kasus ini telah bergeser dari proses hukum objektif menjadi pengadilan opini publik. 

Salah satu anggota tim, Diana Eko Widyastuti, menyebut pemberitaan yang tidak berimbang dan tekanan media sosial telah membentuk persepsi publik yang keliru.

“Klien kami sudah lebih dulu dinyatakan bersalah oleh pengadilan media sosial sebelum fakta hukum terungkap di persidangan,” ujarnya. Ia menegaskan asas praduga tak bersalah harus tetap dijunjung.

Baca juga: Kronologi Kecelakaan Tewaskan Argo Ericko Mahasiswa FH UGM versi Terdakwa Christiano Tarigan

Tim hukum juga menolak dakwaan jaksa yang menjerat Christiano dengan Pasal 310 ayat (4) atau Pasal 311 ayat (5) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka menilai tidak ada bukti yang menunjukkan terdakwa mengemudi ugal-ugalan atau di bawah pengaruh alkohol.

“Dalam kasus kecelakaan lalu lintas, tidak semua peristiwa otomatis memenuhi unsur pidana. Harus ada sebab-akibat yang nyata dan bukti kelalaian,” tulis tim pembela dalam nota pleidoi. Mereka juga menyoroti tidak adanya rambu batas kecepatan di lokasi kejadian, yang seharusnya menjadi dasar objektif dalam menilai pelanggaran.

Tim hukum turut meminta majelis hakim mempertimbangkan sisi kemanusiaan terdakwa. “Terdakwa adalah anak muda berusia 21 tahun yang menyesali kejadian ini dan mengalami trauma berat sejak hari pertama,” kata Diana.

Majelis hakim kemudian menunda sidang dan memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk membacakan replik pada Rabu, 29 Oktober 2025.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved