DIY Siapkan Strategi Sanitasi 2026–2030, Fokus pada Akses Aman dan Inklusif
Penyusunan roadmap sanitasi provinsi didasari pada Permendagri Nomor 87 Tahun 2022 tentang percepatan layanan akses sanitasi berkelanjutan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
“Kalau dihitung, membuat septic tank yang ideal sesuai SNI bisa menelan biaya sekitar delapan juta rupiah. Masyarakat kita belum mampu untuk mengeluarkan dana sebesar itu, sehingga banyak yang membuat septic tank sederhana yang berisiko mencemari air tanah,” tuturnya.
Leni juga menyoroti rendahnya tingkat sambungan ke IPAL Sewon. Kapasitas IPAL tersebut mencapai 75 ribu sambungan, tetapi yang terpakai baru sekitar 27 ribu. “Pertanyaannya, kenapa masyarakat enggan menyambung? Salah satunya karena masih nyaman dengan sistem konvensional. Ketika harus membayar iuran sambungan, meskipun hanya sepuluh ribu rupiah per bulan, itu tetap dianggap beban,” katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan skema subsidi sambungan rumah agar masyarakat terdorong beralih ke sistem pengelolaan limbah yang lebih aman. Selain itu, teknologi sanitasi juga harus disesuaikan dengan kondisi geografis tiap wilayah.
“Teknologi sanitasi tidak bisa diseragamkan. Kalau di pedesaan mungkin masih bisa menggunakan lubang resapan, tapi di kota padat seperti Jogja harus terhubung ke sistem terpusat,” ujar Leni.
Dari sisi legislatif, Anggota Komisi C DPRD DIY, Suharno, menegaskan bahwa urusan sanitasi merupakan amanah yang telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan juga tercantum dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs poin keenam tentang air bersih dan sanitasi layak.
“Ketika program sudah masuk RPJMD, berarti itu amanah yang harus dilaksanakan. Sanitasi harus benar-benar direncanakan dan dikonsep secara matang karena menyangkut keamanan, kesehatan, dan kenyamanan lingkungan,” ujar Suharno.
Ia menjelaskan, peran DPRD dalam urusan sanitasi meliputi pembentukan regulasi, penganggaran, dan pengawasan. “Kami melakukan pengawasan mulai dari tahap perencanaan, melihat penganggaran dan regulasinya, hingga turun langsung ke lapangan. Kalau ada masalah di lapangan, kami panggil dinas terkait untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama,” katanya.
Suharno menambahkan, kolaborasi antara eksekutif, legislatif, akademisi, LSM, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan. Ia menegaskan perlunya peningkatan sosialisasi agar masyarakat memahami manfaat sanitasi yang baik.
“Kolaborasi ini harus berjalan dengan baik. Akademisi bisa memberi kajian, pemerintah menyiapkan kebijakan dan anggaran, sementara DPRD memastikan semuanya berjalan sesuai aturan. Saya sering menyampaikan konsep empat K: keamanan, kesehatan, kesadaran, dan kelembagaan. Kalau empat hal ini berjalan bersamaan, masyarakat akan merasakan manfaat sanitasi secara nyata,” kata Suharno.
Podcast Infrastruktur ditutup dengan seruan agar semua pihak terus memperkuat sinergi. Sanitasi bukan sekadar urusan infrastruktur, melainkan juga persoalan martabat dan kualitas hidup masyarakat. Kolaborasi antaraktor menjadi kunci untuk mewujudkan DI Yogyakarta yang sehat, bersih, dan berkelanjutan. (HAN)
| Wisatawan Korea Melonjak! Yogyakarta Jadi Salah Satu Tuan Rumah Wonderful Indonesia Wellness 2025 |
|
|---|
| Ratusan Lensa HISFA Serbu Mal, Rayakan Eksistensi Komunitas Foto Amatir Tertua di Jogja |
|
|---|
| Angklung in Harmony 4 Digelar di Waterboom Jogja, Perebutkan Piala GKR Hemas |
|
|---|
| BPOB Luncurkan Kampanye Digital 'Malioboro: Filosofi di Balik Jalan Legendaris' |
|
|---|
| Kisah Mahasiswa di Jogja Jadi Dukuh Kajor Sleman, Usia Baru 20 Tahun, Bertekad Bawa Perubahan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.