Sentra Perak Kotagede Hadapi Masa Sulit, Perajin Skala Besar Gulung Tikar

Kerajinan perak di Kotagede, Kota Yogyakarta, menghadapi masa-masa sulit. Sejumlah perajin bahkan terpaksa gulung tikar

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
KERAJINAN PERAK: Foto ilustrasi. Aktivitas perajin perak di agenda Festival Perak Kotagede, Kota Yogyakarta, Kamis (23/10/25). Para perajin perak di Kotagede belakangan ini mengalami tantangan mahalnya bahan baku. 

​TRIBUNJOGJA.COM - Sentra kerajinan perak di Kotagede, Kota Yogyakarta, menghadapi masa-masa sulit. Sejumlah perajin bahkan terpaksa gulung tikar karena tercekik beragam faktor.

​Mantri Pamong Praja Kotagede, Komaru Ma'arif, menuturkan, meski perajin perak skala rumahan masih mencapai hampir 200 unit, dengan 69 di antaranya berada di satu kampung saja, namun tren penurunan sangat terasa.

​"Banyak yang gulung tikar. Contoh dulu ada perajin punya delapan showroom di Jalan Pasar (Kotagede) itu, sekarang tinggal dua," tandasnya, di sela agenda Festival Perak Kotagede, Kamis (23/10/25).

​Menurut Komaru, ada dua kendala utama yang kini sangat dirasakan oleh para perajin. Yang pertama adalah melonjaknya harga bahan baku untuk membuat kerajinan perak.

​"Bahan untuk pembuatan-pembuatan itu ternyata sekarang mahal banget. Naik, harga bahan bakunya," tegasnya.

​Kendala kedua adalah kalah bersaing, terutama dengan emas. Ia menyebut, masyarakat dewasa ini cenderung lebih memilih emas, seiring dengan meningkatnya tren investasi.

"Orang-orang sekarang kan senangnya emas. Selera pasar sudah semakin bergeser," cetusnya.

Dampak dari kondisi tersebut, banyak perajin yang terpaksa beralih ke usaha lain. Menyikapi hal itu, Komaru menyatakan, pihaknya menjadikan pelatihan dasar perak sebagai agenda rutin tahunan.

"Tujuannya tentu, untuk menghidupkan kembali sektor kerajinan perak, dan mencegah berkurangnya perajin," terangnya.

​Ironisnya, kemerosotan tidak hanya melanda perajin rumahan, namun juga perusahaan perak berskala besar.

Salah satu contoh adalah Tom Silver, yang dulunya merupakan salah satu perusahaan perak besar di Kotagede.

​"Salah satunya, yang kita tempati untuk Festival Perak Kotagede, itu kan Tom Silver dulunya. Sekarang digunakan untuk Universitas Cendika Mitra Indonesia," cetusnya.

​Namun, perusahaan-perusahaan perak besar lain seperti HS Silver, Narti Silver, dan beberapa nama lama masih eksis dan menjadi bagian penting di sektor pariwisata Kotagede.

​Salah satu kunci eksistensi disebutnya adalah komitmen mempertahankan ciri khas, terutama pada ukiran, seperti model Mataraman. Di sisi lain, para perajin mulai beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tren global.

​"Termasuk sekarang yang terbaru trennya adalah cincin-cincin model untuk band itu, memang berkolaborasi dengan orang luar negeri, dari Amerika dan lain-lain," terangnya.

"Mereka tetap mempertahankan kekhasan kerajinan perak Kotagede. Ini menunjukkan upaya adaptasi para perajin untuk tetap relevan di pasar internasional," tambah Komaru. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved