SK Tipe A Tak Kunjung Terbit, RSA UGM Tanya Kemenkes

Status tipe A menjadi dasar penting bagi RSA UGM untuk menjalankan fungsi strategisnya sebagai rumah sakit pendidikan utama.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
BELUM TERBIT - Direktur Utama RSA UGM, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B.Subsp.Onk(K) pertanyakan mengapa hingga kini RSA UGM belum menerima Surat Keputusan (SK) Penetapan Tipe A dari Kementerian Kesehatan, meski seluruh persyaratan telah dinyatakan terpenuhi sejak April 2025, Selasa (14/10/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) hingga kini belum menerima Surat Keputusan (SK) Penetapan Tipe A dari Kementerian Kesehatan, meski seluruh persyaratan telah dinyatakan terpenuhi sejak April 2025.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di internal manajemen rumah sakit, mengingat status tipe A menjadi dasar penting bagi RSA UGM untuk menjalankan fungsi strategisnya sebagai rumah sakit pendidikan utama.

“Sudah divisitasi Kemenkes, dinyatakan tipe A. Tapi sejak April, sudah enam, tujuh bulan, SK-nya masih tertahan. Itu yang kami pertanyakan,” kata Direktur Utama RSA UGM, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B.Subsp.Onk(K), Selasa (14/10/2025).

Darwito menegaskan RSA UGM telah memenuhi seluruh kriteria rumah sakit tipe A, mulai dari jumlah dokter spesialis dan subspesialis hampir 300 orang, hingga kapasitas tempat tidur mencapai hampir 400 unit, melebihi syarat minimum yang ditetapkan.

“Tempat tidur minimal 250, kami sudah 387, hampir 400. SDM cukup, dokter cukup, dan variasi kasus penyakit juga lengkap,” ujarnya. RSA UGM, lanjutnya, kini menjadi pusat rujukan bagi berbagai wilayah di DIY, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.

Namun, tanpa SK resmi dari Kemenkes, pengakuan atas kapasitas tersebut belum dapat digunakan secara administratif. “Jawabannya sejauh ini masih di meja Pak Menkes,” kata Darwito.

Keterlambatan ini tidak hanya menghambat administrasi, tetapi juga berdampak langsung pada agenda pendidikan kedokteran yang dijalankan bersama Fakultas Kedokteran UGM.

“Seharusnya April–Juni sudah ACC, supaya penerimaan mahasiswa dan dokter bisa dimulai Januari. Karena SK belum keluar, semuanya harus mundur lagi,” jelasnya.

Terlepas dari hambatan birokrasi, RSA UGM tetap menegaskan komitmennya menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

“Sebagai rumah sakit milik UGM, RSA berkomitmen menjadi pusat pendidikan kedokteran. Kami mendukung penuh program pemerintah untuk menambah jumlah dokter dan dokter spesialis di Indonesia,” tegas Darwito.

Ia menilai, di tengah keluhan nasional tentang kurangnya tenaga dokter spesialis, upaya rumah sakit pendidikan mempercepat produksi tenaga medis justru terhambat di meja birokrasi. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved