Apa Kabar Kasus Persidangan Christiano yang Menewaskan Mahasiswa Hukum UGM? Ini 6 Fakta Terbarunya

Sidang kasus kecelakaan maut mahasiswa UGM kembali digelar, Prof. Jamin Ginting cabut keterangan BAP di PN Sleman.

Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
PERSIDANGAN - Sidang lanjutan dengan terdakwa Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, terkait kasus kematian Argo Ericko Achfandi, mahasiswa fakultas Hukum UGM akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jalan Palagan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman. Sidang digelar dengan menghadirkan terdakwa secara online di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri Sleman, Rabu (10/9/2025) 

TRIBUNJOGJA.COM - Suasana ruang sidang di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (14/10/2025), kembali menjadi perhatian publik. 

Di balik meja hijau, kasus kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi kembali dibahas. 

Terdakwa, Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, yang juga mahasiswa UGM, kembali menjalani persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Hal yang menarik, dalam sidang kali ini, Prof. Jamin Ginting, ahli pidana yang sebelumnya memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), secara mengejutkan mencabut pernyataannya. 

Ia hadir bersama dua saksi lain yang diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa, yakni Dr. Dewi Puspaningtyas selaku ahli hipnoterapi, dan Yonis Aryanata, rekan satu kampus Christiano.

1. Penjelasan Unsur Keadaan Darurat dalam Hukum Pidana

Dalam persidangan, Prof. Jamin menguraikan empat unsur yang dapat digunakan untuk menilai suatu perbuatan sebagai keadaan darurat dalam hukum pidana.

“Pertama, tidak ada niat atau kehendak dalam perbuatan itu. Dalam hal ini, terdakwa memiliki SIM dan berada dalam kondisi normal. Kedua, peristiwa terjadi di luar kemampuan pengemudi untuk mengantisipasi,” ujarnya di depan majelis hakim.

Ia melanjutkan, unsur ketiga adalah tindakan pengemudi harus rasional dan proporsional, sementara unsur keempat adalah tidak adanya alternatif lain yang lebih aman dalam waktu yang tersedia.

“Dalam situasi itu, ia berada dalam keadaan serba salah,” lanjutnya.

Menurut Prof. Jamin, apabila keempat unsur tersebut terpenuhi, maka seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

“Dalam kasus ini, saya melihat apa yang dialami terdakwa bukan kelalaian, melainkan keadaan darurat,” tegasnya.

Baca juga: 5 Fakta Terbaru Sidang Kasus Argo Ericko, Christiano Akui Sudah Injak Rem

2. Kuasa Hukum Pertanyakan Posisi Hukum dan Unsur Pemaafan

Salah satu kuasa hukum terdakwa, Diana, mengajukan pertanyaan mengenai posisi hukum seseorang yang berada dalam keadaan dimaafkan, namun tetap mengalami penderitaan.

“Jika unsur dimaafkan terpenuhi, tapi terdakwa justru merasa menderita, apakah orang seperti ini bisa disebut korban juga?” tanya Diana di persidangan.

Menanggapi hal itu, Prof. Jamin menilai bahwa kecelakaan tidak selalu disebabkan oleh satu pihak saja.

“Bisa saja kecelakaan disebabkan oleh dua pihak sekaligus, dan dalam beberapa kasus pelaku justru lebih menderita dibandingkan korban,” jelasnya.

3. Pencabutan Keterangan BAP yang Tidak Sinkron dengan Fakta Persidangan

Usai memberikan keterangan di ruang sidang, Prof. Jamin menjelaskan alasan dirinya mencabut pernyataannya dalam BAP.

Menurutnya, setelah menelaah kembali bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, ia menilai keterangannya terdahulu tidak lagi relevan.

“Saya baca lagi BAP yang sudah saya buat, dan saya melihat tidak ada sinkronisasi antara keterangan yang saya berikan saat itu dengan fakta yang terungkap di persidangan. Dulu saya menyebut itu sebagai kelalaian, tetapi setelah saya dalami lagi, ternyata belum cukup bagi saya untuk memberi keterangan yang tepat saat itu,” ujarnya.

4. Ahli Hipnoterapi Ungkap Kondisi Psikologis Terdakwa

Saksi ahli hipnoterapi Dr. Dewi Puspaningtyas juga memberikan kesaksian mengenai kondisi mental terdakwa. Ia mengaku telah enam kali memberikan terapi kepada Christiano di Lapas Cebongan atas permintaan keluarga.

“Saat pertama bertemu, Christiano Tarigan seperti kehilangan gairah hidup. Ia depresi dan trauma atas kecelakaan yang menewaskan rekannya. Sejak ditahan, berat badannya turun sekitar tujuh hingga delapan kilogram,” ungkap Dewi.

Dewi menuturkan bahwa terdakwa sempat menolak terapi pada awalnya. Namun, setelah dilakukan pendekatan dengan metode relaksasi, Christiano Tarigan mulai terbuka.

“Dia sering mengatakan bahwa seharusnya saat ini ia sedang menjalani semester tujuh, bukan berada di penjara. Ia menyesal dan pernah berkata, ‘Kalau bisa tukar, saya ingin tukar dengan almarhum Argo,’” ucap Dewi dengan nada haru.

5. Kuasa Hukum Soroti Aspek Forensik Belum Lengkap

Kuasa hukum lainnya, Achiel Suyanto S, menyoroti aspek forensik yang dinilai belum tuntas. Ia menyebut penyebab kematian korban belum dapat dipastikan karena tidak adanya visum et repertum resmi.

“Padahal, untuk menentukan sebab kematian seseorang, diperlukan visum sebagai dasar medis. Dari situ baru diketahui apakah kematian korban memang akibat kecelakaan atau ada penyebab lain,” ujarnya.

6. Sidang Akan Dilanjutkan dengan Saksi Tambahan

Majelis hakim menjadwalkan sidang lanjutan pada hari berikutnya dengan menghadirkan saksi tambahan dari pihak kuasa hukum terdakwa. 

Kasus ini terus menarik perhatian publik karena menyangkut mahasiswa aktif UGM dan memunculkan perdebatan hukum tentang batas antara kelalaian dan keadaan darurat dalam kecelakaan lalu lintas.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved