Melawan Lupa Korban Represi, Aliansi Jogja Memanggil Bagikan Sego Berkat di Titik Nol KM

Aktivis bagikan nasi berkat dan makan bersama di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, sembari memperlihatkan daftar nama-nama korban represi

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
MELAWAN LUPA: Para aktivis Aliansi Jogja Memanggil bagikan sego berkat di kawasan Nol Km Yogyakarta, Rabu (8/10/2025) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Narasi damai yang disuarakan oleh sejumlah kelompok masyarakat dan pemangku kebijakan di Yogyakarta mendapat respons dari para aktivis Aliansi Jogja Memanggil.

Para aktivis membagikan nasi berkat dan makan bersama di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta, sembari memperlihatkan daftar nama-nama korban represi saat penyampaian pendapat pada akhir Agustus 2025 lalu.

Salah satu peserta aksi, Fitra menyampaikan aksi ini dinamai Jogja yang damai, berani dan melawan lupa.

Dia menyampaikan, aksi ini ada kaitannya dengan kejadian akhir-akhir ini, di mana menguatnya narasi damai di Yogyakarta.

Fitra menuturkan, aksi ini sebagai sarana melihat sesuatu sebelum ada banyak perubahan dan membuat hidup masyarakat semakin terhimpit, baik dalam hal ketimpangan ekonomi dan ketimpangan kekuasaan.

"Juga ada soal-soal ini di sekujur Indonesia, itu hidup kita damai, apalagi di Jogja. Nah, kemudian menjadi tidak damai ketika masyarakat ini mulai bereaksi, sudah sekian lama menghadapi ketimpangan, kemudian merasa, loh kok sekarang jadi nggak enak lagi, nggak nyaman, harus ngapain," katanya, kepada awak media, Rabu (8/10/2025).

Dia melihat tidak ada saluran yang benar-benar bisa mewadahi aspirasi masyarakat.

"Kita tidak tahu harus kemana, sehingga yang dilakukan adalah, karena kita negara demokrasi ya, melakukan cara-cara yang sudah digariskan oleh demokrasi, termasuk mengumpulkan pendapat di muka umum, dan seterusnya, dan seterusnya," ujarnya.

Kemudian pada situasi tertentu, misalnya belakangan ini, masyarakat yang menyampaikan pendapat, baik di medsos, maupun secara langsung dengan aksi fisik merasa tidak damai lagi dan tidak aman. 

"Sehingga bagi kami penting untuk menyoroti momen ini, karena juga sudah banyak korban jiwa, hanya sedikit yang dituliskan ya di papan, kita sudah lihat, mau argumentasinya itu sebagai salah satu korban, di dalam aksi yang disebut layak direpresi atau tidak, aksi-aksi ini kan dicurigai, padahal dia sebetulnya adalah ruang untuk warga menyalurkan pendapatnya," ungkap Fitra.

"Tapi kalau kita lihat juga di kampung-kampung, sebetulnya banyak persoalan yang tidak bisa juga disampaikan, sehingga itu memperburuk kualitas hidup di kampung," sambungnya.

Menurutnya sarana untuk menjalankan kehidupan yang damai saat ini semakin tidak cukup.

Misalnya, lanjut Fitra, ketika ada seseorang kesulitan dalam mencari pekerjaan dan seterusnya pada akhirnya mereka kesulitan untuk protes kepada siapa.

Bahkan untuk sekadar menuliskan pendapat di media sosial saja saat ini sudah tidak cukup.

"Maka ini dilakukan juga aksi untuk mengajak banyak orang di Jogja, yang mungkin kemarin sempat melihatnya Jogja harus didamaikan. Kalau kami melihatnya cara mendamaikan itu sebetulnya mengandung represi," tegas Fitra.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved