Pakar UGM Soroti Kelalaian Teknis Pembangunan dalam Insiden Ambruknya Musala Ponpes di Sidoarjo

Dari hasil pengamatannya, Ashar menduga musala yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain. 

Dok.Istimewa
AMBRUK - Musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo yang ambruk beberapa waktu lalu 

Bangunan yang semula dirancang hanya satu lantai, kata dia, tentu tidak dirancang untuk menanggung beban tambahan begitu saja.

“Bangunan yang tadinya hanya satu lantai kemudian ditambah-tambah tentu saja kapasitasnya tidak mampu,” ujarnya.

Terkait pemilihan material, Ashar menjelaskan baik struktur beton maupun baja bisa digunakan sepanjang memenuhi target kinerja struktur sesuai standar teknis.

Namun, baja memiliki keunggulan dari sisi konsistensi mutu karena diproduksi secara industri dan telah terstandarisasi.

“Keduanya tetap sah digunakan asalkan perencanaannya tepat dan pengawasannya benar,” tutur Ashar.

Ia menegaskan, persoalan utama bukan pada bahan bangunan, melainkan pada lemahnya perencanaan dan pengawasan di lapangan.

Banyak pembangunan di lembaga pendidikan keagamaan, katanya, dilakukan tanpa pendampingan tenaga ahli bersertifikat, sehingga kualitas teknisnya tidak terjamin.

Sebagai langkah jangka panjang, Ashar mendorong penyusunan roadmap nasional untuk mengevaluasi bangunan pendidikan dan pesantren di seluruh Indonesia.

Langkah itu, menurutnya, perlu disusun bersama antara Kementerian Agama, kementerian teknis terkait, dan organisasi kemasyarakatan yang menaungi pondok pesantren.

“Roadmap tersebut perlu disusun bersama antara Kementerian Agama, kementerian teknis, hingga Kementerian Pendidikan. Kemudian mungkin juga organisasi kemasyarakatan yang menaungi pondok pesantren itu,” katanya.

Ashar menegaskan, jasa pondok pesantren dalam mencerdaskan bangsa sangat besar sehingga keselamatan para santri harus menjadi prioritas utama.

“Keselamatan para santri harus menjadi prioritas utama. Kejadian seperti ini, terlebih aspek keselamatan, tidak boleh dianggap sebagai takdir. Ini bisa dicegah melalui perencanaan dan pengawasan yang baik,” ujarnya menegaskan.

Tragedi di Sidoarjo, menurut Ashar, harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat kesadaran terhadap pentingnya penerapan standar keselamatan bangunan.

Dengan langkah konkret dan pengawasan ketat, lembaga pendidikan dan keagamaan dapat benar-benar menjadi tempat yang aman bagi generasi penerus bangsa. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved