Napak Tilas Budaya Jawa di Danunegaran: Ketika Turis Asing Jatuh Cinta pada Batik dan Gamelan ​

Dari Danunegaran, para wisatawan mancanegara tidak hanya membawa oleh-oleh berupa kain batik, namun juga kekayaan budaya Jawa

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
MEMBATIK : Salah satu turis mancanegara yang ambil bagian dalam lokakarya membatik di Kampung Danunegaran, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Minggu (5/10/2025) sore. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jalan Tirtodipuran, Kota Yogyakarta, yang berlokasi tak jauh dari kawasan Prawirotaman, sangat identik dengan denyut nadi wisata asing. 

Jaraknya yang hanya sepelemparan batu dari keramaian kafe dan penginapan, terselip sebuah permata budaya yang menawarkan pengalaman otentik.

Ya, di Kampung Wisata Mantrijeron, atau tepatnya di Kampung Danunegaran, menjadi ruang bagi para pelancong asing menyelami langsung akar budaya Jawa, mulai dari belajar membatik, seni karawitan, hingga tari klasik.

​Sore itu, Minggu (5/10/2025), semangat merawat warisan budaya pun tampak bergelora, menyambut hari jadi Paguyuban Seni Karawitan Sekar Masda yang ke-3. 

Selain menggelar pementasan puncak yang menyajikan pentas kolaborasi seni tari, kegiatan diawali dengan sebuah lokakarya yang menarik minat wisatawan asing, yakni belajar membatik.

​Purwanto, salah satu Ketua RT di Danunegaran sekaligus Ketua Sekar Masda, menyampaikan, bahwa membatik menjadi salah satu aset unggulan yang diangkat dalam acara tersebut. 

Keputusan ini, tentunya tidak dapat dilepaskan dari posisi strategis kampung mereka sebagai alternatif destinasi wisata di Kota Yogyakarta.

​"Kampung kita ini wilayah tujuan wisata, banyak tamu-tamu asing yang berkunjung ke tempat kita. Makanya, kami juga mengangkat UMKM yang ada di kampung Danunegaran," jelasnya.

Bukan tanpa alasan, di tengah gempuran batik printing dari luar daerah, warga Danunegaran memilih untuk berpegangan pada keaslian, seperti batik tulis, kombinasi, dan sibori, yang dewasa ini sedang naik daun.

Baca juga: Mengenal Amicus Curiae di Tengah Praperadilan Nadiem Makarim dan Kasus Chromebook

Keteguhan sikap itulah yang membuat Kampung Wisata Mantrijeron mendapat tempat di hati pelancong mancanegara, untuk memperoleh pengalaman berwisata yang unik dan berbeda. 

​"Turis asing banyak sekali. Biasanya ada rombongan-rombongan, datang satu bus itu, secara khusus datang ke sini untuk belajar membatik dan gamelan," ujarnya. 

Benar saja, tidak hanya membatik, pengalaman budaya di Danunegaran semakin lengkap dengan seni karawitan atau gamelan melalui deretan paguyuban. 

Menurutnya, Sekar Masda secara aktif menjadi wadah bagi masyarakat maupun wisatawan yang hendak mendalami seni musik tradisional Jawa ini.

​Alhasil, Purwanto menandaskan, kampung wisatanya menawarkan sebuah paket komplit. Selain membatik, tamu juga bisa belajar gamelan, bahkan belajar menari klasik bersama kelompok Kridha Beksa Wirama (KBW).

​"Karena di sini itu sudah kita bentuk Kampung Wisata Kelurahan Mantrijeron. Kita ada paket. Seandainya ada tamu mau belajar membatik, mau belajar gamelan, mau belajar nari, ada," kata Purwanto.

"Kita ada paket untuk minimal 10 orang, dihargai Rp150.000 per orang untuk bisa mendapatkan sajian pengalaman menyeluruh itu," tambahnya.

Dari Danunegaran, para wisatawan mancanegara tidak hanya membawa oleh-oleh berupa kain batik, tetapi juga pengalaman yang dalam tentang kekayaan budaya Indonesia. 

Kehangatan warga, ketenangan kampung, dan otentisitas seni tradisi telah mengubah kunjungan singkat menjadi napak tilas budaya yang tak terlupakan.

Salah satu peserta lokakarya, Willy, yang merupakan wisatawan asal Belgia, tidak mampu menyembunyikan kekagumannya setelah belajar ragam budaya Jawa di Danunegaran.

Ia mengaku sudah memahami batik sejak dulu, dengan berbagai filosofi dalam setiap lembar kainnya. Tapi, baru kali dirinya merasakan langsung proses membatik dari awal hingga paripurna.

"Tidak ada kesulitan berarti, karena yang diajarkan ke kami memang motif-motif dasar yang sederhana. Meski, memang prosesnya lama, tahapannya panjang, dan harus teliti," terangnya.

Bagi Willy, perpaduan antara kerajinan tangan dan musik tradisional yang disuguhkan Kampung Wisata Mantrijeron, menjadi sebuah daya tarik utama.

Dengan pengalaman-pengalaman menarik yang didapatnya sepanjang sore hingga malam hari itu, ia pun berhanji, bakal membagikannya kepada para kerabat di Belgia.

"Lokasinya juga di tengah perkampungan yang masih tenang, tidak terlalu ramai, sangat rileks. Apalagi kami juga disuguhi karawitan, gamelan, ikut menabuh juga. Pengalaman luar biasa," ucapnya. (aka)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved