Pagelaran Wayang Wong Srikandi Maguru Manah Jadi Rangkaian Pembukaan Pameran Pangastho Aji
Parta Krama, Srikandi Maguru Manah, dan Sembadra Larung merupakan trilogi karya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Setelah Parta Krama, pagelaran wayang wong Srikandi Maguru Manah yang digelar di Kagungan Dalem Pagelaran Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sabtu (27/09/2025) masih menjadi rangkaian pembukaan pameran Pangastho Aji, Laku Sultan Kedelapan.
Parta Krama, Srikandi Maguru Manah, dan Sembadra Larung merupakan trilogi karya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Trilogi tersebut pertama kali dipertunjukkan pada 13-15 Februari 1928.
Dalam cerita tersebut, Srikandi adalah perempuan yang cerdas dan tangguh, rela berguru panah dan ilmu pengetahuan walau harus tersingkir sementara dari kemewahan kerajaan.
Perjalanan panjangnya menempa dirinya untuk menjadi seorang yang punya kesaktian. Srikandi Maguru Manah merupakan cerita awal Srikandi.
Banyak cerita Srikandi berikutnya yang senantiasa diwarnai cobaan hidup dan peperangan, hingga akhirnya Srikandi mencapai puncak dalam perang Baratayuda melawan Bisma
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, GKR Bendara mengatakan pameran Pangastho Aji, LakuSultan Kedelapan berfokus pada Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, mulai dari perjalanannya menuju tahta hingga inisiasinya dalam industrialisasi dan demokratisasi budaya di Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono VIII lahir dengan nama kecil GRM Sujadi pada 3 Maret 1880.
Sultan HB VIII naik tahta pada 8 Februari 1921 dan dikenal sebagai raja yang sangat berorientasi pada pemajuan dan demokratisasi kebudayaan.
“Pameran ini mengajak pengunjung untuk mendalami lokus kehidupan hingga kuasa dari sang pangeran Jawa yang menjalani patron sejarah Jawa baru. Pangastho Aji menghadirkan tafsir perjalanan Sultan melalui pembacaan fenomena seni-sosial pada awal abad ke-20, sekaligus memanjakan setiap pengunjung dalam sudut sudut artistik ruang pamer,” katanya.
" Pameran ini tidak sekadar menampilkan benda-benda bersejarah, tetapi juga untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai yang diusung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, seperti demokratisasi budaya yang masih relevan hingga saat ini,” sambungnya.
Dalam pameran yang berlangsung di Kompleks Kedhaton Keraton Yogyakarta ini ingin menunjukkan bahwa kebudayaan adalah fondasi yang kokoh bagi kemajuan, dan setiap individu memiliki peran penting dalam melestarikannya.
Penanggung jawab Pameran Pangastho Aji, Nyi R.R.y. Noorsundari menambahkan pameran akan berlangsung hingga 24 Januari 2026 mendatang.
Selain pameran utama, ada beragam acara pendukung yang menarik lainnya, seperti tur kuratorial, public lecturer, jelajah pesanggrahan, dan lokakarya budaya.
“Pameran ini tak hanya di Kompleks Kedhaton Keraton Yogyakarta tetapi juga di Kagungan Dalem Wahanarata, yang mana kita bisa melihat koleksi kereta kuda koleksi Sri SultanHamengku Buwana VIII. Merawat sejarah dan tradisi kebudayaan adalah hal yang wajib bagi kita semua, demi keberlangsungan keberadaan budaya yang menjadi jati diri bangsa dari generasi ke generasi,” imbuhnya. (maw)
Kisah Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Dagang Buku Pasar Buku Taman Pintar |
![]() |
---|
Event Jogja September, Pameran Pangastho Aji 2025: Kisah Sultan HB VIII |
![]() |
---|
Bukan Dirayah, Nyadhong Gunungan Garebeg Mulud Keraton Yogyakarta Ajak Warga Sabar Menerima Berkah |
![]() |
---|
Ritual Raja Kraton Yogyakarta Jejak Tumpukan Bata Rangkaian Maulud Nabi Muhammad |
![]() |
---|
Kisah Mbah Korit, 26 Tahun Tak Pernah Absen Ikuti Tradisi Grebeg Maulud |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.